Masalah pendidikan dasar di Indonesia beraneka ragam. Mulai dari prasarana dan sarana pendidikan hingga guru dan guru honorer selalu menghias media massa cetak dan elektronik di negeri ini.
Minimnya fasilitas dan guru honorer yang menerima upah yang kecil sudah bukan jadi rahasia lagi. Belum lagi soal perbedaan menyolok antara pendidikan dasar di kota besar dengan pedesaan apalagi daerah perbatasan. Sungguh miris dan memprihatinkan.
Permasalahan pendidikan dasar ini menjadi tantangan bukan hanya oleh pemerintah namun swasta dan pemerhati dunia pendidikan di negeri ini. Pendidikan dasar itu urgen karena disini aset kader bangsa di bina dan di didik.
Disini siswa di beri dasar-dasar ilmu dan taqwa sehingga akan terbentuk manusia-manusia yang siap memasuki pendidikan lanjutan di SMK-SMA dan perguruan tinggi ataupun lapangan kerja.
Saat ini, jelang memasuki tahun ajaran baru pihak orang tua mulai mempersiapkan anaknya untuk mendaftar di sekolah yang baru. Di tiap kota atau daerah pasti ada sekolah-sekolah yang dianggap favorit.
Umumnya orang tua akan bangga bila anaknya sekolah di sekolah favorit tersebut. Kompasianer Topik Irawan menulis bahwa tidak selamanya anak yang sekolah di sekolah favorit akan menjamin kesuksesannya di masa depan.
Bahkan ada kompasianer Devi Ratnasari yang membandingkan sekolah di Indonesia dengan sekolah di Korea Selatan yang berbeda sistemnya.
Di zaman atau era percepatan menyongsong revolusi industri 4.0 sejatinya kita perlu mencari ide dan gagasan bagaimana memecahkan persoalan pendidikan dasar di negeri ini.
Mungkinkah pendidikan dasar di Indonesia bukan lagi 9 tahun namun 7 tahun saja? Mengapa 7 tahun saja? Ini sesuai azas percepatan pendidikan, dimana sekolah dasar biasanya 6 tahun dan sekolah menengah pertama 3 tahun, di rubah sekolah dasar 5 tahun dan smp hanya 2 tahun. Memang hal ini pasti diperlukan pakar psikologi pendidikan.
Gagasan perubahan ini berarti peninjauan kembali Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Pendidikan dasar selama 9 tahun menjadi 7 tahun berarti menghemat 2 tahun.
Positifnya, biaya pendidikan orang tua menjadi berkurang. Peraturan Pemerintah ini sudah hampir mendekati 20 tahun sehingga perlu di tinjau ulang apakah masih relevan dengan era percepatan sekarang.