Artikel menarik kompasianer Anjrah Lelono Broto bertajuk "Perempuan Memandang Dunia dalam Puisi" edisi 29 Januari 2018 menginspirasi saya untuk menuliskan tentang kegiatan puisi yang kini marak di Kompasiana.
"Event Menulis Puisi Songsong Ke-1000" disangkat EMPSK yang digagas Lilik Fatimah Azzahra menuai respon para kompasianer. Antusias kompasianer terlukis dari karya-karya yang muncul selama sehari yang mengungkapkan rasa kekaguman terhadap sosok perempuan.
Menikmati puisi-puisi teman kompasianer jadi santapan lezat bagi saya sebagai pengagum keindahan. Jujur, saya bukan penulis puisi disini namun saya termasuk seorang penikmat atau pengagum puisi.
Bagi saya, diksi-diksi yang bertebaran indah bagaikan pelangi kata memesona, menggetarkan jiwa dan kalbu peminat. Mengalir deras bak air di sungai menuju laut memperdengarkan suara khas menyejukkan hati. Apalagi puisi-puisi yang melukiskan keagungan dan keanggunan sosok perempuan- sosok lembut jadi sumber inspirasi.
"Perempuan" sang mahluk misterius yang sarat problem di muka bumi ini. Mereka yang kerap di tindas kaum Adam, kadang disiksa, dianiaya, dikhianati, dibully, dimaki, ditelantarkan, diabaikan, dinomor duakan hingga tersiksa, menderita azab sengsara tanpa akhir.
Seringkali kita saksikan dalam dunia nyata bagaima penderitaan kaum Hawa ini di muka bumi. Diwarnai dengan rasa geiisah, rasa derita namun mereka tetap tabah dan teguh menghadapi semua ini. Mereka menganggap ini sebagai kodrat, walaupun mereka sering menangis diam-diam di dalam kamar.
Miris!!!
Gerakan emansipasi wanita yang di pelopori R.A. Kartini, Dewi Sartika. Maria Walanda Maramis telah memotivasi kaum perempuan untuk berkiprah di berbagai aspek kehidupan. Di negeri ini kiprah wanita atau perempuan semakin dihargai dan dihormati. Di panggung dunia politik dan pemerintahan di negeri ini perempuan jadi, presiden, gubernur, bupati dan walikota. Muncul politikus wanita dan tak terkecuali munculah penulis puisi, penyair yang hebat, termasuk di kompasiana.
Padahal saat ini kita masuk pada era kebangkitan wanita termasuk di panggung internasional. Era ini sudah di tulis oleh John Naisbitt, pakar masa depan dalam buku "Megaterend 2000". Contoh konkrit munculnya Margaret Tatcher (Perdana Menteri Inggeris) di juluki wanita besi. Megawati Soekarnoputri, Presiden Indonesia dll.
Hari ini saya terpanah dan kagum ketika membaca puisi yang di tulis seorang kompasianer. "Perempuan Yang Menanam Hujan di Pekarangan". Puisi indah yang melukiskan perempuan, rindu dan kehilangan. Perempuan yang menyaksikan sepasang burung kadasih yang berpagut di atas dahan pohon cemara, melepas kerinduan yang sekian lama tertahan oleh musim kemarau yang tak kunjung usai... Air mata perempuan dilukiskannya sebagai "gerimis"....
Luar biasa !