Menko Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan rincian Paket Kebijakan Tahap I September 2015, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (9/9) petang(sumber:setkab.go.id)
Sebagai kompasianer yang juga termasuk salah seorang warga negara yang hidup dan tinggal di bumi Indonesia ikut terpanggil menanggapi kebijakan paket ekonomi pemerintah ini. Seperti yang diinformasikan media masa bahwa kebijakan pemerintah melalui presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan kebijakan ekonomi tahap I pada rabu 9 September 2015 di istana negara Jakarta.Isinya menyangkut kebijakan pemerintah berupa deregulasi ekonomi dimana ada 98 regulasi yang dikenai demi mengatasi gerakan progresif perekonomian Amerika Serikat yang sangat mempengaruhi perekonomian negara kita.
Ada juga kebijakan bagi pengusaha yang merencanakan investasi diatas 1 Trilyun diberikan keringanan pajak yang dinilai akan menguntungan pebisnis dan pemodal asing. Ada juga pihak yang menganggap pesimis dengan kebijakan ini dan dinilai hanya bagus diatas kertas. Ada juga yang menilai kebijakan ini tidak menyentuh aktivitas petani sebagai pelaku ekonomi pedesaan atau dengan kata lain kebijakan yang tidak pro rakyat.
"Presiden menyebutkan ada 3 (tiga) langkah dalam Paket Kebijaka tersebut, yaitu: 1. Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha; 2. Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional; dan 3. Meningkatkan investasi di sektor properti"(setkab.go.id).
Pada dasarnya kebijakan ekonomi ini menjadi langkah awal penting dan strategis dalam upaya menyelamatkan perekonomian nasional dari persoalan krisis ekonomi yang melanda kita.
Saya termasuk orang yang optimis menilai langkah yang ditempuh pemerintah itu memiliki peran yang urgen dalam mengatasi gejolak perekonomian di negara kita.
Sejatinya, pemerintah hendaknya giat melaksanakan sosialisasi dengan melibatkan para pakar ekonomi di Indonesia. Masyarakat perlu pencerahan dan mampu membedakan pengaturan perekonomian suatu negara yang cenderung bertumpu pada ilmu ekonomi makro yang dibedakan dengan penerapan ilmu ekonomi mikro. Kebijakan paket ekonomi negara yang diluncurkan pemerintah itu merupakan bagian dari persoalan ekonomi makro seperti investasi, tabungan dan perpajakan yang membutuhkan aturan main yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter internasional. Sementara pengelolaan bisnis ekonomi secara mikro bagaimana mengaplikasikan ilmu ilmu ekonomi mikro antara lain permintaan dan penawaran barang dan jasa pada konsumen, persoalan biaya produksi dan keuntungan usaha.
Persoalan yang muncul selanjutnya menyangkut apakah sistem ekonomi yang akan diterapkan di negara kita. Sesuai dengan filosofi dasar kita Pancasila dan UUD 45 maka sistem yang dianut kita seharusnya menjalankan sistem demokrasi ekonomi yang berdasarkan gotong royong. Apakah masih cocok sistem ini diterapkan di negara kita yang cenderung sudah dipengaruhi oleh sistem kapitalisme dan individualistis. Bagaimana sistem demokrasi ekonomi akan bertarung dengan sistem kapitalis dalam era globalisasi ekonomi dunia yang cenderung mengarah ke sistem pasar bebas?
Bagaimana sistem demokrasi ekonomi yang berjiwa gotong royong yang cocok dikembangkan melalui gerakan koperasi di Indonesia ditumbuhkembangkan saat ini ditengah tengah kondisi ketidakpercayaan pelaku bisnis terhadap para pengelola koperasi?
Mungkinkah kita membutuhkan suatu komitmen nasional untuk konsekwen dengan penerapan ekonomi berdasarkan sistem demokrasi ekonomi yang bertumpu pada filosofi Pancasila dan UUD 45? Mungkinkah kita menggali dan menemukan nilai nilai budaya penguatan ekonomi sesuai dengan warisan nilai nilai ekonomi kerakyatan yang telah ditanamkan para tokoh pejuang dan mampu memfilter sistem ekonomi asing yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat dalam hati sebagian besar masyarakat kita?
Mungkin juga ada forum nasional yang akan merumuskan gebrakan perekonomian nasional sehingga akan ditemukan konsep terbaik perpaduan sistem ekonomi Indonesia dengan sistem asing yang cocok diterapkan di Indonesia?