Lihat ke Halaman Asli

Johanis Malingkas

TERVERIFIKASI

Penikmat kata

Korupsi: Perjuangan Setengah Hati

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi terjadi dimana-mana; pengawasan pembangunan dan penindakan korupsipun dilakukan dari waktu ke waktu oleh pemerintah kita. Pertanyaan yang muncul, mengapa korupsi tak pernah berhenti? Kenyataannya korupsi meningkat dalam jumlah besaran uang yang digerogoti, membesar dalam jumlah orang yang terlibat dan berkembang dalam kecanggihan cara-cara yang dipakai. Makin banyak dan berlapis-lapisnya kelembagaan yang ditugasi untuk mengawasi pembangunan dan menindak korupsi, ternyata diikuti pula oleh peningkatan  teknik dan gaya penyelewengan, Boleh di bilang antara korupsi dan pengawasannya nampaknya bertarung dan saling tarik urat seolah-olah tanpa batas akhir.

Akhir-akhir ini kita melihat maraknya LSM anti korupsi ditanah air. Munculnya lembaga KPK yang menunjukkan komitmen pemerintah untuk menangkap para koruptor dan di adili bahkan di masukkan ke dalam penjara. Ini sangat menggembirakan dan melegakan hati rakyat karena merasa aspirasi mereka diperhatikan oleh pemerintah.

Gebrakan yang dilakukan oleh KPK benar-benar luar biasa dan tidak pandang bulu, siapapun di selidiki dan di rekomendasikan untuk di adili di meja hijau. Sayangnya langkah ini seakan-akan terhenti dan mungkin dihentikan oleh pihak yang merasa dirinya atau kelompoknya akan menjadi sasaran tembak berikutnya. Bahkan individu dalam lembaga KPK mendapat ancaman, ditangkap dan ada yang diganti karena melakukan tindakan yang dicaricari agar diberhentikan.

Apakah ini boleh dibilang sebagai perjuangan setengah hati? Disatu sisi upaya pemberantasan korupsi mau dijalankan secara konsekwen oleh pihak KPK disisi lain ada pihak yang mengintervensi lembaga ini melalui individu dalam tubuh KPK.

Soal waktulah yang akan menjawabnya. Kita senantiasa menunggu langkah-langkah selanjutnya oleh KPK agar penegakan hukum terhadap para koruptor ini terus dijalankan demi penyelamatan uang negara yang di gerogotinya. Pertanyaan yang muncul, apakah biaya yang dikeluarkan menjaring para koruptor ini berimbang dengan pengembalian oleh para koruptor ke kas negara? Berapa besar jumlah uang yang di korupsi dibandingkan dengan besarnya uang yang kembali ke kas negara? Andaikan ini tidak berimbang maka perlu dipikirkan metode dan cara terbaik agar uang yang di korupsi ini benar-benar bisa dikembalikan kepada negara dan diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia.

Nah, penyebab korupsi di Indonesia ada bermacam pendapat; A.H. Nasution menyatakan bahwa lebih disebabkan lemahnya mental seseorang daripada desakan ekonomi Sutopo Yuwono menyatakan karena sikap konsumerisme yang makin tinggi. Menurut Baharuddin Lopa penyebab (sumber-sumber) korupsi yaitu yang bersumber pada kebiasaan, karena ketidak beresan manajemen, karena tekanan ekonomi, dan karena erosi mental.

Persoalan korupsi merupakan kondisi "ketidakadilan" dalam kehidupan rakyat di negara kita. Para koruptor yang belum terjaring hidup senang dengan harta miliki rakyat sementara kita sebagai rakyat kecil hidup dalam belenggu kemiskinan. Menarik apa yang pernah ditulis Baharuddin Lopa: "Perlu diingat ketidak adilan selalu melahirkan keresahan yang pada gilirannya menimbulkan krisis kewibawaan dan akan menjurus kepada pembangkangan nasional apabila tidak cepat-cepat ditanggulangi" (Prisma,No3 Tahun 1986).

Oleh sebab itu, adanya aparat atau pemimpin yang bersih adalah syarat mutlak pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya. Untuk mencapai ini semua, pemerintah dan rakyat  harus berani melakukan pembersihan di dalam tubuh aparat pemerintah sendiri yaitu pembersihan aparatur yang kurang dapat dijamin mentalnya.

Saya yakin bahwa korupsi di indonesia masih dapat dicegah dan diberantas tuntas selama kita masih memiliki kesadaran nasional yang tinggi dan menghayati makna Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pancasila yang mencanangkan bahwa sesungguhnya kemerdekaan yang kita capai dengan penuh pengorbanan jiwa dan raga ini adalah demi untukkepentingan rakyat bukan untuk kepentingan segelintir manusia.

Kesadaran inilah yang perlu ada dihati sanubari kita semua agar harapan menghilangkan korupsi di Indonesia akan terwujud demi kesejaahteraan seluruh rakyat. Dan, korupsi tidak disebut sebagai perjuangan setengah hati.

Salam Damai. Salam Kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline