Lihat ke Halaman Asli

Johani Sutardi

Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Berkebun Selepas Pensiun, Sebuah Angan-angan

Diperbarui: 8 Agustus 2023   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumen pribadi

Gagal mendirikan usaha kecil, membuatku merenung dan gampang melamun. Aku berpikir tentang kegiatan apa sebaiknya yang harus kulakukan untuk mengisi waktu luang yang memberi manfaat. Pasca kegagalan itu aku merasa tak punya talenta yang cukup dalam berbisnis. Aku akan mengoptimalkan penghasilanku dari gaji pensiun yang tak seberapa hanya untuk mencukupi kebutuhan fisik minimum saja. Keinginan lain yang timbul yang berupa kebutuhan psikis karena hasrat dan sahwat akan direduksi demikian rupa.

Aku berencana meresize hidup secara ekonomis. Mengubah ukuran kebahagiaan. Mestinya bisa, karena selain penghasilan yang masih di atas umr, kebutuhan untuk perawatan kesehatan aku masih memegang kartu asuransi yang tidak harus membayar premi.

Tetapi waktu luang yang melimpah rasanya sia-sia kalau harus terbuang begitu saja. Aku mulai merawat rumah kecilku sendiri. Dari google dan youtub mulai mencari solusi dan belajar merawat pompa air, menambal dinding tembok yang retak, memperbaiki kerusakan mesin cuci, mencari solusi dispenser yang sensor air panasnya tidak berfungsi, serta hal lain yang mungkin terjangkau dengan akal dan fisik tuaku. Tetapi, sisa waktu masih banyak rasanya. Untuk apa ya?

"Berkebun saja, Mas." kawanku -sesama pensiunan dari Semarang, tahu-tahu menelponku memberi saran.
"Boleh juga, ya? Tapi berkebun bukannya perlu modal besar?"
"Tidak perlu luas juga, kale. Sekadar untuk mengisi waktu luang, Mas."
"Gimana kalo kena hama atau gagal panen. Saya sepertinya traumatis."
"Jangan dipikirkan. Berkebun kecil-kecilan buat mengisi waktu luang anggap saja sebagai pencerahan, menghijaukan bumi, menghasilkan oksigen dan membuat badan tetap bugar. Healing saja, Mas."

Aku pun mengangguk-anggup setelah pembicaraan melalui hp ditutup, merasa terinspirasi. Aku suka dan sangat tertarik. Tetapi untuk hal hama dan gagal panen tidak bisa tak dipikirkan. Sekalipun berkebun -kelak kalau kesampaian, sekadar mengisi waktu luang tak bisa kaleng-kaleng. Hama dan gagal panen adalah risiko terbesar dalam berkebun. Harus dihadapi karena semua ada risiko. Bahkan diam saja pun berisiko. Ini tantangan, aku harus belajar menghadapinya.

Seketika aku mulai sibuk dalam pencarian. Di google aku mencari barangkali ada lahan di sekitar tempat tinggal yang bisa disewa atau dibeli dengan harga miring.

Sebagai situs pencari yang handal google tak suka mengecewakan, lahan kebun yang dicari pun keluar dari persembunyian. Ia menampakan diri dengan sekumpulan keunggulan yang ditampilkan sebagaimana layaknya iklan. Dijual kavling kebun alpukat, di kawasan Bandung Barat yang sedang berkembang. Sudah terjual puluhan hektar kavling kebun. Sisa kavling yang ready hanya untuk Anda yang beruntung, begitu iklan itu menebarkan kata-kata rayuan.

Iklan tersebut menuntunku berkenalan dengan salesman lahan kebun dan lalu bertukar nomor henpon. Tidak berhenti sampai di situ, percakapan melalui pesan pendek berujung pada perjanjian untuk melakukan survei ke lokasi.

Aku tertarik dengan iklan kavling tersebut. Terbayang, kelak aku punya kebun alpukat.

Aku sangat suka dengan alpukat, jauh sebelum tahu begitu banyak manfaat buah yang berlemak itu. Ada tiga jenis buah-buahan yang paling disukai, alpukat, pepaya dan nanas. Tetapi dua jenis buah yang disebut terakhir sebenarnya hanya sebagai buah subtitusi. Pengganti bila alpukat tidak ditemukan. Tetapi faktanya buah pepaya dan nanas itulah yang sering ditemukan. Alpukat buah yang sulit ditemukan entah di mana dia bersembunyi. Sekali-sekali bisa menemukan di tukang es jus, di toko buah, pasar tradisional atau supermarket jarang menemukan dengan kualitas yang sesuai ekpektasi. Tetapi tak lama lagi aku berkebun alpukat, bisa memetik sendiri dan makan sepuasnya semau aku suka.

Satu hal lagi yang menarik dari iklan tersebut aku bisa belajar berkebun sama tetangga kavling. Mungkin mereka yang sudah membeli kavling beberapa tahun yang lalu adalah pekebun ahli dan aku bisa belajar langsung -learning by doing. Amboi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline