Lihat ke Halaman Asli

Johan Arifin

Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kementerian Agama Kab. Kapuas

Menjadi Gay tidak Berdosa ?

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah “gay” muncul pada pertengahan abad 12 di Inggris, awalnya “gay” diartikan sesuatu yang sifatnya menyenangkan. Namun seiring dengan perkembaganzaman istilah “gay” didefinisikan untuk pria yang tertarik kepada pria lainnya secara seksual disusul kemudian lahir istilah “lesbian” bagi perempuan yang tertarik dengan perempuan secara seksual.

Entah sejak kapan istilah “gay” masuk ke Indonesia, karena di Indonesia sendiri sebelumnya belum mengenal istilah tersebut. Bahkan dalam kitab suci agama Islam yakni Al-Qur’an tidak ditemui ada kata atau istilah “gay”. Hanya saja di dalam Al-Qur’an disebut "fahisyah" yang berarti melampaui batas kewajaran dengan melakukan kebatilan.

Di dalam bahasa Arab homoseksual disebut dengan kata “liwath”, liwath diartikan segbagai perilaku hubungan seksual antara pria dengan pria lain melalui anus, hubungan sex melalui anus ini disebut sodomi atau homoseksual.

Itu artinya gay tidaklah sama dengan homoseksual, gay adalah sebutan untuk seorang laki-laki yang secara seksual tertarik dengan laki-laki lainnya, sedangkan homosex itu sendiri diartikan sebagai hubungan biologis antara sesama jenis baik laki-laki dengan laki-laki maupun perempuan dengan perempuan. Karena homoseksual merupakan sebutan perilaku seorang gay dalam berhubungan intim, maka dapat dikatakan bahwaseseorang gay belum tentu homosex sedangkan homosex pastilah gay.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah “gay” lebih ditujukan pada sifat yakni rasa tertarik terhadap pria lain secara seksual, sedangkan homosex merupakan perilaku seorang pria dalam memenuhi kebutuhan biologisnya kepada pria lain.

Dari sebuah situs pertemanan para gay saya menemukanjumlah gay yang cukup fantastis, bahkan mereka tersebar di penjuru dunia, di Indonesia saja jumlahmereka sampai ribuan,seperti : Aceh sedikitnya sekitar95 member, Sumatera Utara 475 member, Sumatera Barat 175 member, Sumatera selatan 215 member, Riau 235 member, Jambi 100 member, Lampung 195 member, Bengkulu 56 member, Bangka Belitung 60 member, DKI Jakarta 2500 member, Jawa Barat 2200 member, Banten 515 member, Jawa Tengah 1140 member, Yogjakarta 596 member, Jawa Timur 1621 member,Bali 380 member, Sulawesi Utara 12 member, Sulawesi Tengah 40 member, Sulawesi Tenggara37 member, Sulawesi Selatan 295 member, Kalimantan Barat 180 member, Kalimantan Timur 320 member, Kalimantan Tengah 100 member, Kalimantan Selatan 160 member, Maluku Utara 6 member, Maluku97 member, Nusa Tenggara Barat 100 member, Nusa Tenggara Timur 60 member, Papua Barat 54 member, Kepulauan Riau 120member, Gorontalo 14 member, Sulawesi Barat 9 member, Papua 78 member, Zona lainnya 160 member. Jumlah seluruhnya 12.400 member. (data saya ambil dari sebuah situs pertemanan para gay, padahari rabu, tanggal 06 Nopember 2013, 08.52 wib)

Jumlah tersebut terdapatdalam satu situs pertemanan gay, belum termasuk mereka di luar yang tidakterdaftar dan menutup diri. Usia mereka bervariasi antara 17 sampai 65 tahun, dengan ekonomi yang mapan, bahkan di antara mereka tidak sedikit yang sudah menikah dan punya anak.

Dalam hal ini saya mencoba menghubungi beberapa orang gay melalui media sosial dan mengajak mereka ngobrol. “Sepertinya tidak ada dunia ini yang bisa dijadikan tempat untuk kami"Itulah salah satu statemen seorang gay, "Namun sekarang kami bisa hidup bebas di dunia cyber, dimana kami bisa mengaktualisasikan dan mengekspresikan diri dengan bebas tanpa cacian dan makian orang, dan di sana kami bisa menjadi diri sendiri tanpa harus menutupi identitas orientasi sex kami" lanjutnya.

Salah satu yang menjadikan mereka menutup diri karena di masyarakat gay masih dianggap hina dan kotor, bahkan disebut pesakitan atau tidak normal karena mempunyai orientasi sex yang berbeda dari kebanyakan pria hetero. itulah sebabnya mereka malu kalau ketertarikan terhadap sesama jenis secara seksual itu diketahui oleh orang lain, kalau ketahuan bersiap-siaplah mendapat hujatan dan intimidasi dari lingkungannya.

Di dunia nyata mereka menutup diri serapat-rapatnya tapi di dunia maya mereka membuka identitas diri tanpa merasa ragu dan tanpa malu-malu, bahkan diantaranya ada yang tidak segan-segan memperlihatkan dan mengupload poto privasi yang menjadi daya tarik bagi gay lainnya.

Walaupun begitu, namun tidak semua orang bisa mengenali mereka sebagai seorang gay, karena dari gaya dan penampilannya sangat rapi dan maco, bahkan lebih perfect dari pria hetero, dari mulai pakaian, farfum, gaya dan potongan rambut, dan bahkan mereka sangat senang berpakaian ketat untuk menonjolkan lekuk-lekuk tubuhnya yang berotot agar menarik perhatian gay lainnya.

Melalui media sosial mereka teramat mudah dalam mencari pasangan, tinggal klik, kenalan, saling menukar nomor HP, pin BB atau lainnya, ngobrol, ketemuan kalau cocok pacaran kemudian kontak fisik.

Motif mereka melakukan hubungan sex bermacam-macam, dari berawal mendapatkan cinta, kasih, dan sayang, kebutuhan akan uang, dan hanya fun saja.

Dari mereka, saya menemukan bahwa, orang yang mencari cinta, kasih, dan sayang biasanya memilih berpacaran (boyfriend), karena melalui pacaran ditemukan perhatian yang lebih ekstra, kalau tidak, drama marah-marahan dan cemburu pun akan terjadi. Selain itu berpacaran dianggap aman ketimbang gonta-ganti pasangan. Namun biasanya hubungan mereka dalam berpacaran rentan perselingkuhan, bila ada pria yang lebih tampan dan lebih tajir jangan berharap pasangan akan setia.

Bagi yang bermotif money oriented / mata duitan, mereka bebas dan bahkan bersedia diboking, motif ini biasanya dilakukan orang yang membutuhkan biaya untuk kuliah, maupun untuk memenuhi tuntutan hidup, pria yang jadi sasaran mereka biasanya pria yang usianya sudah terlalu tua.

Sedangkan bagi pria yang sudah beristri mereka menjadikan hubungan sex dengan pria lain bukan sebagai prioritas, tergantung kenyamanan pertemanan yang diberikan, sehingga bila pria lain benar-benar pas di hati barulah mereka melakukan hubungan intim.

Bagi yang bermotif fun, mereka berhubungan intim hanya karena kesenangan belaka, mereka tidak perduli meski harus ganta-ganti pasangan, yang penting suka sama suka, no money oriented, dan bisa menjaga privasi.

Pada kesempatan lain, saya kebetulan ngobrol dengan orang yang sudah hidup bersama pasangan gay nya selama lima tahun, dan selama itu mereka tidak mendapatkan masalah apapun karena antara mereka saling percaya dan setia.

Dari perbincangan kami di media sosial, disimpulkan bahwa hubungan mereka tidak hanya sebatas memenuhi kebutuhan biologis saja, namun sama dengan hubungan hetero lainnya, di dalamnya ada ikatan cinta, kasih dan sayang.

Namun karena komunitas mereka terbatas mereka seperti berada dalam sebuah lingkaran sehingga mereka kenal dan bertemu dengan yang itu-itu saja.

Diakhir perbincangan saya dengan seorang gay, dia berpesan kepada saya agar jangan coba-coba karena sekali mencoba selamanya tidak bisa melepaskan diri, seperti pecandu yang sudah kecanduan dengan narkobanya.

Semua pria punya kecenderungan menjadi gay, karena perasaan tertarik kepada sesama jenis secara sekxual (gay) itu muncul bukan karena hormon melainkan dari lingkungan, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan pergaulan. Namun kadarnya saja yang berbeda-beda semakin besar pengaruh lingkungan tersebut, maka semakin besar pula kadar ketertarikannya kepada sesama pria.

Hormon tidak berperan dalam pembentukan seseorang menjadi gay karena hormon hanya berpengaruh pada munculnya tanda dan perubahan fisik seperti perubahan suara, tumbuhnya bulu-bulu, membentuk lekuk badan, merangsang dorongan seksual, merangsang pembentukan tulang, kulit, organ seksual, pematangan organ reproduksi. Secara psikologis hormon juga membuat kita senang atau sedih tanpa sebab (seperti yang dialami saat pubertas).

Dari hasil obrolan yang saya lakukan, dari mereka rata-rata mengalami ketertarikan kepada sesama pria sejak kecil dan anehnya mereka baru sadar bahwa mereka gay setelah mereka menginjak remaja dan dewasa. Namun ada juga yang muncul setelah mereka dewasa walaupun jumlahnya sedikit.

Dari keluarga, ada beberapa yang menjadi penyebab mereka mempunyai orientasi sex berbeda, seperti renggangnya hubungan ayah dan anak sehingga si anak lebih cenderung dekat dengan ibunya, dalam hal ini bisa dipicu oleh berbagai faktor seperti : ayah yang sering marah-marah, ayah yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan sering terjadi pertengkaran kedua orang tua, yang menyebabkan anak merasa tidak dihargai dan jauh dari merasa disayangi, berawal dari masalah yang dihadapi anak tersebut, anak akan mencari sosok laki-laki yang dianggap memenuhi figur sebagai ayah penyayang, memperhatikan, dan lainnya, sehingga secara tidak sadar dia mulai merasa tertarik dengan laki-laki walaupun awalnya bukan secara seksual, namun lama-kelamaan perasaan itu akan tumbuh dan berubah ke arah seksual sebagai pelampiasan perasaannya yang lama terpendam.

Masyarakat sekitar (hubungan sosial) juga turut andil dalam mempengaruhi seorang anak menjadi gay, diantaranya anak yang sering dibully maupun diintimidasi oleh teman-temannya, ejekan dari teman-teman laki-laki sehingga anak minder, enggan bergaul dan menarik diri serta memilih berteman dengan perempuan karena berteman dengan perempuan dirasakan lebih nyaman dan dirinya lebih dihargai. Ada dua kemungkinan membentuk karakter anak dalam pergaulan ini, bisa menjadi waria atau bisa menjadi gay, tergantung seberapa besar pengaruh pergaulannya,apabila tingkah lakunya lebih cenderung kepada perempuan kemungkinan anak akan menjadi waria, namun bila tingkah lakunya tidak berubah, kemungkinan dia akan menjadi gay.

Dari pergaulan tersebut, bisa saja awalnya anak hetero kemudian menjadi gay karena pergaulan dengan teman-temannya, hal ini saya temukan dari beberapa orang, awalnya mereka berteman hanya main-main sambil menonton film porno, iseng, dan coba-coba, setelah itu mereka merasa asyik dan akhirnya keterusan.

Dari hasil obrolan saya dengan beberapa gay, dapat disimpulkan bahwa faktor “ayah” lebih dominan dari faktor-faktor lainnya karena kurangnya empati dari seorang Ayah, yang kedua Sosial, danketiga pergaulan.

Namun, uniknya ada beberapa orang yang saya ajak ngobrol, bahwa mereka gay namun mereka mengarahkan perasaan itu ke arah yang positif dan tidak melakukan hubungan homosex, rajin beribadah, tetap menjaga diri dan berpegang kepada hukum syar’i.

Itu artinya menjadi gay tidaklah salah dan tidak pula berdosa, yang berdosa hanyalah orang-orang yang melakukan perilaku sex sesama jenis (homosex / liwath), berzina, danmelanggar apa yang telah dilarang oleh Tuhannya. Seorang gay yang menjaga dirinya dari perilaku homosexual lebih muliadariseorang hetero yang berzina, dan menjual diri. Bukankah dalam Al-Qur'an Allah berfirman : "...,Inna akramakum 'indallaahi atqaakum,..." (Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu. Q.s. 49:13)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline