Optimisme berlebihan dan tak henti-hentinya dalam menghadapi kesulitan mungkin lebih banyak bahaya ketimbang kebaikannya.
Cara Mengenali dan Menghindari Toxic Positivity (Positivitas Toksik)
Dari kartu ulang tahun hingga caption Instagram, orang sekarang selalu membagikan kutipan inspirasional. Tidak ada yang salah dengan itu, positivitas adalah sebuah gaya yang kuat untuk kebaikan, satu komentar tepat waktu dari seorang teman atau anggota keluarga bisa menghentikan spiral pemikiran cemas dalam jalurnya.
Akan tetapi, "Positivitas Toksik" tidak sama dengan mencoba untuk tetap berharap ketika Anda sedang merasa down. Positivitas toksik adalah generalisasi berlebihan yang berpotensi tidak sehat dengan mengganggap bahwa optimisme adalah cara terbaik untuk menghadapi semua rintangan hidup.
Jika disampaikan pada waktu yang salah, positivitas toksik menjadi meremehkan, dan yang terburuk adalah menyalahkan orang-orang karena memiliki emosi negatif yang mengakibatkan mereka berlarut-larut dalam emosi negatif tersebut. Jadi, meskipun berpikir positif tetap menjadi metode yang sahih untuk mengatasi situasi yang buruk, itu tidak selalu merupakan cara terbaik, dan tentu saja bukan satu-satunya cara.
Pabrik Positivitas
Tidak bisa disangkal bahwa internet dan media sosial telah memungkinkan pabrik positivitas beroperasi pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Antara 2019 dan 2020, pencarian Pinterest untuk "kutipan positif untuk dijalani" melonjak sebesar 279 persen.
Tapi itu bukan hal baru, penulis Prancis Voltaire telah menyebutkan tentang positivitas toksik sejak abad ke-18 ketika filsuf Jerman Leibniz berpendapat bahwa kita hidup dalam "dunia terbaik dari semua yang mungkin." Setiap kejahatan dan penderitaan, menurut Leibniz, bisa diatasi dengan iman.
Balasan Voltaire dalam novel satirnya pada 1759, Candide, menantang sikap optimistik ini dengan menyoroti fakta terang-terangan tentang perang, bencana alam, dan kemalangan pribadi. Akan tetapi, hampir 3 abad kemudian, optimisme Leibnizian terus hidup dalam sebuah industri positivitas bernilai miliaran pound sterling.
Reaksi terhadap curahan positif ini diwujudkan dalam #instagramvsreality, dengan gambar dan cerita dari realitas yang lebih keras, yang memutus aliran berita baik dan perayaan yang secara konvensional memenuhi platform media sosial.
Kesaksian baru-baru ini yang diberikan oleh para atlet selama Olimpiade Tokyo, misalnya pesenam Amerika Simone Biles, juga menunjukkan bahwa masyarakat menjadi lebih sadar bahwa siaran, ketimbang menyeringai dan menahan emosi dan pengalaman negatif, bisa bermanfaat bagi semua orang.
Gejala Positivitas yang Berlebihan
Faktanya, sebuah kajian pada 2008 menunjukkan bahwa secara konsisten mengingatkan diri sendiri untuk bersyukur atas apa yang kita miliki saat berada di tengah perselisihan dan pergumulan tidak benar-benar mengurangi perasaan sedih, takut, atau cemas.