Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Diskusi Omong Kosong yang OK

Diperbarui: 29 Agustus 2021   19:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mr. OK sedang mengolah OK sambil minum minuman OK. Sumber: https://www.kompasiana.com/katedrarajawen

Tadi pagi, karena bermaksud menceritakan sesuatu, saya menanyakan kepada seorang rekanda Kompasianer apakah saya bisa menelepon sebentar. Beliau langsung mengiyakan dan kami berakhir dengan "cukup lama" berbicara via panggilan WA di tengah kegiatan beliau yang sibuk walau di hari Minggu! Apa kejadian?

Seseorang yang pintar dengan mudahnya berlagak bodoh, namun....
bagaimana seseorang yang bodoh hendak berlagak pintar???

Catatan:
Kalimat di atas hanya demi agar bisa dituliskan:

1. Tidak ada orang bodoh, yang ada orang yang belum tahu, bdk. dengan ucapan almarhum kakek saya, Mr. Yap Chenghuat:
"Di dunia ini tidak ada orang yang bodoh, yang ada adalah orang yang belum tahu. Jika bagian atas sebuah parang (golok) kita asah, maka parang itu bisa berubah menjadi sebuah pedang. Jadi teruslah belajar supaya semakin tahu."  
lihat artikel saya: Kebelumtahuan yang Dipamer-pamerkan.

Dua karakteristik yang kontradiktif satu sama lain hanya terlihat ketika kita membuat komparasi.

2. Setiap orang benar dan melakukan apa yang dianggapnya terbaik di bawah kondisi pribadi dia, lihat artikel saya:
Biarkanlah Kata "Salah" Hanya di dalam Kamus: Mengapa Ayam Menyeberangi Jalan? Versi 1.1

Semua manusia adalah baik, kecuali jika terbukti sebaliknya (immoral), dan:
Orang jahat akan terkucilkan dari lingkungan orang baik, dan orang baik akan mengucilkan diri dari lingkungan orang jahat.

Alasan bisa terjadinya percakapan kami selama 2 jam 29 menit 49 detik di atas, terlepas dari kenyataan bahwa kami baru belum berapa lama saling mengenal, itu pun belum pernah kopdar, adalah karena kompatibilitas moral kami sebagai sesama Kompasianer. Masih jauh lebih banyak faktor lain berupa perbedaan, namun semua itu tidak relevan.

Terlalu luas untuk saya ungkapkan lewat sebuah artikel yang ruangnya sangat terbatas, rincian dari apa yang kami percakapkan, dan di sini saya sampaikan sari dari sarinya, dengan perspektif transendensi Daoisme yang juga merupakan sebagian dari ungkapan kala kami berinteraksi:

Kearifan terbesar tampak seperti kebodohan,
kefasihan terbesar seperti tergagap-gagap.
Gerak mengatasi dingin,
tapi diam mengatasi panas.
Jadi seseorang dengan ketenangan yang jernih,
menempatkan segala suatu persis di bawah langit.

Selanjutnya, jika kita paham bahwa di jalan alam tidak ada orang yang memiliki keunggulan permanen atas orang lain dan tidak ada juga orang yang bodoh sepanjang masa (lihat uraian di atas), maka secara alami kita berkesimpulan bahwa tidak ada gunanya perdebatan, apalagi debat kusir.  Seseorang bisa saja memenangi semua perdebatan, tetapi kehilangan semakin banyak teman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline