Obat kumur bermerek Odol, buatan pabrik Lingner, Dresden, Jerman, dengan botol khas berleher siku-siku. Foto menunjukkan bentuk botol mula-mula dengan botol produksi 2010.
Artikel ini sebenarnya sudah lama hendak saya bagikan kepada para pembaca, tapi baru hari ini saya sempat menyatukan semua informasi dalam diari saya.
Sebagai pemerhati bahasa, saya mengamati bahwa dalam bahasa percakapan sehari-hari atau kolokuial (colloquial), ada istilah alternatif tertentu yang kita gunakan ketimbang istilah aslinya. Pertimbangannya adalah karena istilah alternatif ini lebih singkat, biasanya hanya 1 kata ketimbang frasa, dan dengan demikian lebih mudah dan cepat diucapkan.
Istilah-istilah alternatif ini biasanya berasal dari:
1. Portemanteau (dari bahasa Prancis porter, "membawa", dan manteau, "mantel") yang dalam bahasa Inggris juga di beri makna: kopor kata-kata (luggage of words). Dalam bahasa Indonesia portmanteau disebut lakuran, yaitu kata buatan (made-up word) yang berasal dari singkatan frasa. Contoh portmanteau (jamak: portmanteaus) dalam bahasa Inggris antara lain: edutainment (education + entertainment).
Dalam bahasa Indonesia muncul istilah lakuran seperti surel (surat elektronik), menpora (menteri pemuda dan olahraga), manula (manusia usia lanjut), meslota (mesin pengolah data) sebagai alternatif kata komputer, kubota (kurang boleh tambah), dsb.
Catatan:
Lakuran mengambil bentuk sebuah kata, bukan singkatan berupa huruf-huruf, misalnya: PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
2. Nama merek (biasanya 1 kata) yang menggantikan istilah semula, misalnya sepeda motor disebut Honda (di Sumatera Utara), mie instan disebut Indomie, mesin cuci disebut Sanyo, tepung jagung disebut maizena, obat penurun panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) disebut aspirin, antidepresan disebut prozac, dan antibiotika disebut berdasarkan golongannya, misalnya penisilin atau sulfa, dsb.
Mana pun istilah yang digunakan, orang masih ingat perbedaan antara lakuran dengan kata-kata yang membentuknya, tetapi ada satu lakuran yang sudah tidak diperhatikan lagi kata-kata pembentuknya, dan malah dianggap sebagai bahasa Indonesia asli, yaitu odol (pasta gigi). Anggapan ini mungkin karena bunyi odol mirip dengan kata berbahasa jawa, dodol.
Odol adalah sebuah lakuran dalam bahasa Jerman yang berasal dari gabungan kata Yunani odous (gigi) dan Ol dari kata Latin oleum (minyak). Jadi odol tak lain tak bukan bermakna: minyak gigi, jauh dari bentuknya yang terkini, pasta.
Richard Seifert adalah penemu obat kumur. Pada 1892, Karl August Lingner, seorang pengusaha dari Dresden, Jerman, memasarkan obat kumur dengan merek Odol, sebuah produk yang untuk pertama kalinya menggabungkan efek kosmetik dan medis dengan menambahkan antiseptik berupa minyak atsiri.