Setiap kali mengungkit tentang kampung halaman selalu membangkitkan kerinduan saya yang sudah lama merantau.
Betapa tidak, saya lahir dan dibesarkan di sana dan sekarang hanya berkesempatan paling cepat sekali dalam setahun untuk pulang ke sana untuk berziarah.
Waktu yang saya miliki untuk bernostalgia tentang segala hal dan bertemu teman-teman sekampung pun sangat terbatas.
Kampung halaman saya itu adalah Tanjungbalai Asahan, sebuah kota kecil di Sumatra Utara, dengan jarak sekitar 190 km dari kota Medan.
Walaupun kecil, Tanjungbalai memiliki sebuah ikon berupa sungai terpanjang di Sumatera Utara, yaitu Sungai Asahan, yang panjangnya 147 kilometer di Provinsi Sumatra Utara, dan mengalir dari mulut Danau Toba, melewati Porsea di Kabupaten Toba Samosir, lalu ke Teluk Nibung dekat Kota Tanjungbalai dan berakhir di Selat Malaka.
Sungai Asahan cukup tenang karena lokasinya yang dekat ke muara, menjadikannya tempat yang paling asyik untuk berperahu atau memancing. Walaupun demikian, sungai ini merupakan sungai terbaik ke-3 di dunia untuk kegiatan arung jeram.
Jembatan Tabayang (Tanjungbalai - Sungai Kepayang) yang dibangun untuk melintasi sungai Asahan memiliki panjang 600 meter. Jembatan ini telah menjadi sebuah tempat wisata yang sangat menarik di kala senja, terutama bagi muda-mudi.
Kilau matahari terbenam terpantul dengan indah ke permukaan sungai Asahan dan membuat pemandangan di jembatan Tabayang menjadi sangat memukau. Para pengunjung Jembatan Tabayang bisa menemukan banyak jajanan seperti kacang rebus, roti dll.
Selain Jembatan Tabayang, tempat-tempat untuk wisata kuliner di Tanjungbalai sudah saya ulas dalam artikel: Kuliner Tanjungbalai.
Sungai Silau adalah sebuah anak sungai Asahan yang juga mengaliri kota Tanjungbalai. Karena masa kecil saya hingga tamat SMA saya habiskan di Tanjungbalai dan Teluk Nibung, saya bisa bernostalgia tentang peranan sungai dan anak sungai Asahan bagi masyarakat di kedua tempat ini.