Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Pantun Peribahasa Tanjungbalai

Diperbarui: 13 Juni 2021   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://images.all-free-download.com

Nelayan dengan berbagai peralatan untuk menangkap ikan.

Asam kandis asam gelugur,
ketiga dengan asam si riang-riang.
Menangis mayat di pintu kubur,
teringat badan tidak sembahyang.
(Mengingatkan orang untuk beribadah agar tidak menyesal di alam baka).

Karena kebanggaan saya sebagai anak Kota Kerang (Tanjungbalai Asahan)*, dan sejak kecil sudah akrab dengan pantun peribahasa kampung saya ini, maka saya tersemangati untuk menuangkan juga sekelumit dari pantun peribahasa itu dalam sebuah artikel.

*Kata Asahan ditambahkan untuk membedakannya dengan Tanjungbalai Karimun di provinsi Kepulauan Riau. Tanjungbalai yang saya maksudkan dalam artikel ini adalah Tanjungbalai Asahan.

Ditilik dari definisinya, pantun peribahasa sebagaimana pantun, pada umumnya terdiri dari 4 baris, dengan rima A-B-A-B atau A-A-A-A. 2 baris pertamanya adalah sampiran untuk mempersiapkan rima, dan 2 baris berikutnya adalah konten, yang biasanya merupakan peribahasa nasehat.*

*Saya lebih suka menggunakan istilah nasehat walau yang baku dalam KBBI adalah nasihat. Nasehat sendiri adalah sandi fonologis dari nasihat, lihat artikel saya: Sandi Fonologis: Sebuah Artikel Inpromptu Saya.

Pantun Peribahasa Tanjungbalai ini saya ambil dari diary saya yang dirangkum dari berbagai sumber, dan menjadi bahan pembelajaran kearifan sekaligus hiburan saya dan anak-anak saya. Sebelum saya melanjutkan, sebagai tambahan untuk pantun peribahasa pembuka artikel ini, saya sampaikan juga sebuah pantun peribahasa yang sampai sekarang masih populer:
Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian.
(Pekerjaan yang walaupun terasa berat, namun dapat menghasilkan hasil yang baik di kemudian hari).

Kadang-kadang, untuk mempertahankan rima dan menunjukkan karakteristik peribahasa (2 baris), sebuah pantun saya persingkat menjadi 2 baris saja. Dari contoh di atas:
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Pantun peribahasa Tanjungbalai berisi bahasa Melayu Asahan, dan di mana perlu saya menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Lain yang ditetak lain yang patah,
lain yang bengkak lain yang bernanah.
(Menunjukkan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan rencana).

Buah kedekak, buah kedekik.
di makan ayah pekak, tak dimakan emak bertungkik.
(2 pilihan yang sulit, tetapi salah satunya harus diambil, dengan membawa konsekuensi masing-masing).

Kerja seharian lima belaslah kudapat,
Sembilan bahan pokok naiknya merambat-rambat .
Anak sedang sakit hendak dibawa berobat,
itulah yang membuat dunia terasa kiamat.
(Menggambarkan kesusahan dalam mencari nafkah dan kondisi hidup).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline