Karakteristik komunikasi yang efektif.
Artikel ini saya sari dari konten topik kepemimpinan kursus YA (the YES Course) Ivan Burnell yang pernah saya ikuti pada September s/d November 2001 di Portland, Maine, Amerika Serikat, yang lalu saya kembangkan sedikit dengan menyebutkan Kompasiana.
Setiap kali ada bisnis atau organisasi yang bermasalah, lihatlah kepemimpinan atau kurangnya kepemimpinan sebagai sumber masalahnya. Jika di tingkat yang lebih di bawahnya, Anda ingin memperbaiki masalah, lihatlah ke pekerja garis depan untuk mencari solusinya. Ingat, orang-orang yang paling dekat dengan masalah yang ada selalu paling tahu apa solusi yang terbaik.
Memimpin orang secara produktif tidak bisa dilakukan dengan komunikasi yang kacau, membingungkan, atau tak jelas. Oleh karena itu, keterampilan utama yang dibutuhkan adalah komunikasi yang efektif. Untuk berkomunikasi secara efektif dibutuhkan pemahaman tentang bagaimana komunikasi itu berfungsi, dan apa yang membuatnya tidak berfungsi.
Seseorang mungkin memiliki gagasan terhebat di dunia, tetapi jika orang itu tidak bisa menyampaikan gagasan tersebut dengan jelas kepada orang lain sehingga mereka memahaminya dan setuju dengan dia, lalu apa manfaat gagasan dia?
Sebelum terjadi kesepahaman dan kesepakatan, para bawahan tidak bisa melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Tapi dengan siapakah atasan mereka berkomunikasi? Jawaban terbaik untuk itu adalah: setiap orang, setiap saat, karena dari sanalah masalahnya berasal.
Seseorang begitu banyak dan sering berbicara sehingga dia berpikir bahwa dia sedang berkomunikasi. Belum tentu demikian!
Penting bagi setiap orang untuk berkomunikasi dengan pasangannya, atasannya, pelanggannya, karyawannya, pemasoknya, anak-anaknya, dan pelayan yang mengantarkan makanannya, dsb. Kontak ini adalah antara dia dengan tautan komunikasi lainnya.
Apa yang terjadi ketika hubungan komunikasi terputus dengan pasangan? dengan karyawan? dengan anak-anak? dengan pelanggan? dan orang-orang lain yang disebutkan di atas?
Sebuah contoh lain adalah hubungan komunikasi antara pembaca dengan penulis artikel di Kompasiana. Misalkan saya secara imajinatif menggunakan pengalaman seorang penulis, entah siapa pun dia, sebagai contoh. Penulis ini punya gagasan bagus yang ingin dia sampaikan kepada para pembacanya. Suatu ketika, entah kenapa, dia menuliskan sesuatu yang membuat pembaca tertentu marah, karena menggunakan kata-kata yang menurut si pembaca tidak pantas dan menyinggung perasaannya, atau memiliki sikap yang tidak bisa dihormatinya, sehingga pembaca itu pun akan kehilangan minatnya dan berhenti membaca.
Ini berarti si penulis telah memutuskan hubungan komunikasi. Apakah itu disengaja atau tidak disengaja tidak jadi masalah, si pembaca telah berhenti mendengarkan dan si penulis tidak akan bisa lagi menyampaikan gagasannya kepada pembaca itu. Jika ini terjadi berulang-ulang, semakin banyaklah pembaca yang akan berhenti membaca artikel dia. Tegasnya, para pembaca tersebut kemudian tidak akan membaca apa pun artikel baru si penulis, bahkan bisa-bisa melaporkan dia ke admin Kompasiana.
Setiap komunikasi yang terputus, baik di antara orang dalam jumlah besar maupun kecil, merupakan hal yang menyakitkan dan menghabiskan waktu.