Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Alam, Sang Guru Sejati

Diperbarui: 29 Mei 2021   04:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pt.slideshare.net

Alam, Sang Guru Sejati

Tak berapa lama setelah menayangkan artikel Reminisensi, Mengunjungi Universitas Harvard dan Memberikan Pembelajaran kepada Seorang Mahasiswi tentang Kearifan Indonesia, kepada pak Amril, saya sempat menceritakan tentang peribahasa Minang "Alam takambang jadi guru" yang pernah saya ajarkan kepada seorang mahasiswi Universitas Harvard itu.

Pak Amril adalah pedagang buku yang saya ceritakan dalam artikel Situasi Terkini 3 Pedagang Kawakan Buku Bekas. Pak Amril yang juga orang Minangkabau memberi tanggapan singkat: "Ya pak, kalau orang zaman dulu mana mengenal buku. Ilmu bertani, misalnya, adalah ilmu yang mereka peroleh dengan belajar dari alam itu sendiri."

Sejak SMP kelas 1, sambil sekolah, saya bekerja untuk seorang paman saya dan menerima gaji Rp. 1.000 per 3 hari. Ini jumlah yang lumayan besar. Saya pun lalu diajari oleh paman saya tentang pembukuan sederhana dan hal-hal lain yang saya perlukan dalam bekerja. Satu hal yang tidak diajarkan oleh paman saya adalah bagaimana membaca hari bulan dalam kaitannya dengan pasang surut, mungkin beliau berpikir bahwa saya tidak memerlukan pengetahuan seperti itu.

Sekarang, dengan merenungkan kembali masa lalu itu, saya melihat bahwa:
1. Paman saya adalah seorang pembelajar yang tekun, tapi kebanyakan bahan pembelajaran beliau juga didapatkan dari alam.
2. Dengan segala keterbatasan, orang zaman dulu menjadi bisa lebih fokus belajar. Mereka hanya mempelajari yang perlu-perlu saja, sebagai modal untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
3. Tidak tersedianya kalkulator misalnya, membuat orang zaman dulu lebih lancar berhitung. Ini saya bandingkan dengan orang zaman sekarang yang menjumlahkan saja harus menggunakan kalkulator. Dari Lek Kartim, seorang penebang kayu bakau yang menyuplai kayu batangan kepada paman saya, saya belajar tentang pangkat bilangan yang satuannya 5, misalnya 25 x 25, tahapan perkaliannya tanpa perlu ditulis adalah 5 x 5 pasti 25. Sisanya 2 dan 2. 2 yang pertama ditambah 1 lebih dulu, menjadi 3, lalu dikalikan 2 yang kedua, hasilnya 6. Jadi 25 x 25 = 625. Saya mengamati lebih lanjut bahwa rumus ini berlaku juga untuk pangkat bilangan dengan jumlah satuan = 10.

Hal yang paling berkesan bagi saya adalah aplikasi pengetahuan paman saya dalam membaca hari bulan itu, yang sampai sekarang belum saya pahami.  Contoh manfaat pengaplikasian itu:

Pak K adalah salah seorang di antara para penyuplai kayu batangan kepada paman saya. Pak K biasa membawa beberapa orang anak buah ke hutan bakau untuk menebang kayu. Kayu bakau yang lurus harganya lebih mahal ketimbang yang bengkok, namun para penebang kayu itu mencampur kedua jenis tebangan ini. 

Sesampainya di tempat paman saya, kayu bakau yang bengkok digergaji dengan panjang tertentu, lalu dibelah dengan kapak dan diikat dengan tali rafia. Ini kemudian dijual sebagai kayu bakar ke gudang-gudang ikan dan selanjutnya digunakan para nelayan sebagai bahan bakar untuk memasak di laut. Kayu bakau yang lurus dijual paman saya ke beberapa panglong untuk kemudian dijual lagi ke pengguna akhir sebagai kayu cerocok (fondasi) untuk tanah bekas rawa dimana sebuah rumah akan dibangun.

Sebelum menghilir, para penebang kayu, termasuk pak K, mengambil belanjaan dari kedai sembako paman saya dan membayarnya dengan memotong dari pembayaran kayu mereka. Awalnya semua lancar-lancar saja, tapi lama-kelamaan, pak K yang sudah menjadi pecandu togel, mulai bikin ulah.

Pada suatu hari yang mestinya adalah hari pak K mengantarkan kayu tebangannya, Pak K mengutus seorang anak buahnya untuk menemui paman saya dengan menumpang sampan orang lain. Dengan alasan sampan pak K rusak, orang ini minta diberikan belanjaan tambahan karena persediaan mereka sudah hampir habis, bahkan kadang-kadang juga meminjam uang tunai.

Kejadian ini terulang-ulang beberapa kali sampai akhirnya paman saya menyadari apa yang telah terjadi, dan pada suatu hari paman saya berkata kepada saya:
"Pak K sudah 4 kali meminjam belanjaan dan uang, tapi sampai sekarang belum juga mengantarkan kayu. Saya duga sampannya tidak rusak, dan hari ini mestinya pak K mengantar kayu tebangan. Lewat 3 hari kalau dia tidak juga mengantarkan kayu dan tidak meminjam belanjaan lagi karena hutangnya sudah menumpuk dan tidak bisa pinjam lagi, maka saya pastikan bahwa pak K sudah menjual kayunya kepada orang lain."

Apa yang dikatakan oleh paman saya, itulah yang kemudian terjadi. Pak K kemudian tidak kedengaran lagi beritanya, meninggalkan sejumlah hutang yang tidak dibayar-bayar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline