Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Bos Toksik

Diperbarui: 4 Juli 2021   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.theghanareport.com/wp-content/uploads/2020/10/WORK.jpg

Bulan Mei 2021 ini saya sangat bergairah menulis, kata orang Sumatera Utara: Kena uratnya. Dari topik-topik yang diluncurkan Kompasiana pada bulan ini, top two bagi saya adalah:

1. Buku Kesayanganku Saat Masih Anak-anak.
2. Lingkungan Kerja Toksik.

Dan dari Lingkungan Kerja Toksik, isu besar yang disarankan Kompasiana untuk dibahas adalah rekan kerja yang gemar bergosip, teman semeja yang selalu merasa dizalimi oleh bos setiap kali diberi penugasan, atasan yang suka melempar tanggung jawab, dan klien yang suka membawa masalah keluarga ke kantor?

Saya akan membagi tulisan saya setidaknya ke dalam 4 artikel, dimulai dengan bos toksik, antidot bos toksik, karyawan toksik, lalu antidot karyawan toksik.

Saya mulai dengan nukilan dari artikel saya Moralitas? Bisa Ditawar-tawar atau Tidak?, yakni wejangan pribadi dari alm. Ivan Burnell:
Johan, jika sesekali, di dalam lingkungan hidupmu, kamu menghadapi sebuah situasi di mana kamu harus melakukan sesuatu yang 'illegal,' saya bisa memakluminya, walaupun tidak saya anjurkan. Tetapi jika kamu mulai melakukan sesuatu yang immoral, saya sangat menentang itu, dan kamu menjadi musuh saya.

Kata toksik sebenarnya dipinjam dari ilmu toksikologi, yang bisa memperluas pembicaraan tentang lingkungan kerja toksik bukan hanya secara kualitatif, tetapi juga kuantitatif (tingkat toksisitasnya).

Diperlengkapi dengan pengaplikasian konsep bibit, bobot, dan bebet, cukuplah untuk memberikan penjelasan tentang bos toksik dan yang lainnya. Agar tidak mengulang-ngulangi, saya berikan definisi operasional untuk tujuan ini: bibit = keturunan, bobot = tingkat pendidikan, dan bebet = kualitas pergaulan, dan selanjutnya saya berikan uraian berdasarkan 3 kata ini alih-alih definisinya.

Di dunia ini tidak mungkin ada seorang bos yang ideal, sehingga dia memerlukan karyawan dari berbagai level untuk membantu mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan bidang kompetensi mereka masing-masing.

Dalam artikel Benar dan Baik: Sebuah Renungan Pribadi, saya menjelaskan apa itu benar-salah dan baik-buruk atau jahat, dan dalam artikel:
Biarkanlah Kata "Salah" Hanya di dalam Kamus: Mengapa Ayam Menyeberangi Jalan? Versi 1.1, bahwa pendapat semua orang benar asal logis, dan kebenaran itu berlaku untuk masing-masing orang yang mengeluarkan pendapatnya. Kalau orang yang pendapatnya tidak logis (2 + 2 = 5) dan masih membuat-buat alasan bahwa pendapatnya benar, abaikan saja dia.

Saya berikan dulu beberapa contoh bos toksik, dalam hal ini sebuah perusahaan importir. Anda adalah orang bermental baja sekiranya tidak mendapat pengaruh negatif dari cerita ini:

Bos perusahaan itu adalah seorang psikopat, mantan anak broken home, mantan penarkoba, bobotnya sangat rendah. Hanya karena dia menjabat sebagai bos lantaran mewarisi perusahaan dari almarhum ayahnya, sifat ugal-ugalan tetap melekat pada dirinya: pokoknya aku bos, pokoknya kubilang begitu, itulah keputusanku, dll.

Jangankan dengan karyawan, dengan anaknya yang sering datang ke kantor saja dia suka seenaknya berkata: "percuma kau sekolah tinggi" dan pernah dijawab satu kali oleh si anak: "kalau aku yang sekolah tinggi papa katakan percuma, papa yang nggak sekolah tinggi lebih percuma lagi." Kena dia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline