Koleksi cersil saya, belum dibuatkan raknya, 16 Mei 2021.
Bercerita tentang masa kanak-kanak selalu dipenuhi hal-hal yang bahkan dengan penilaian sekarang masih sangat menarik, setidaknya bagi saya yang sedang bercerita ini. Seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya, saya berasal dari sebuah keluarga yang sangat terpelajar, lihat antara lain: Lin Yutang yang Sangat Terkenal di Zamannya, dimana saya menuliskan tentang kakek dan ayah saya, lalu saya sendiri yang menjadikan Lin Yutang sebagai penulis favorit kami, walau hanya memiliki 1 buku Lin Yutang, Makna Hidup (The Importance of Living) yang sekarang saya baca dengan lebih perlahan, untuk yang ke-12 kalinya mulai dari awal.
Ini adalah salah sebuah dari ratusan buku yang saya warisi dari almarhum kakek yang selama hidupnya mengajarkan bahasa Inggris selama 37 tahun sampai beliau meninggal dunia pada 1970. Kisah yang saya dengar dari saudara-saudari almarhum ayah saya, yang saya yakini benar adanya, adalah bahwa almarhum kakek sampai menghafal kata apa terdapat pada halaman berapa dari kamus apa dan bisa mengarahkan seorang murid yang sedang mengunjungi beliau di rumahsakit, untuk mengacu ke halaman kamus tertentu. Murid ini menanyakan tentang makna rinci dari sebuah kata berbahasa Inggris yang dia dengar ketika mengikuti sebuah konferensi di Jakarta.
Satu di antara begitu banyak hal yang membuat saya merasa sangat beruntung dilahirkan dalam keluarga kami, selain bisa mengenal Lin Yutang, adalah mengetahui dan mengalami banyak hal yang sangat jarang diketahui oleh umum, misalnya belacan atau terasi yang sempat di-Inggris-kan oleh orang Inggris menjadi Malacca cheese tapi tidak sempat dimasukkan ke dalam kamus, lihat: Terasi: Di Balik Bau Tajam dan Sejarah Kata yang Belum Sempat Masuk Kamus Inggris.
Ayah saya dan beberapa saudarinya juga sempat mengajar di Methodist English School Tanjungbalai Asahan dengan durasi yang bervariasi, dan tidak mengherankan jika murid-murid mereka yang meneruskan jejak mereka kemudian masing-masing membuka kursus bahasa Inggris, bahkan turun-temurun sampai sekarang.
Saya sejak kecil sudah terbiasa berada di perpustakaan yang menjadi bagian dari rumah kami, berkutat dengan berbagai buku, dan membentuk sebuah kebiasaan membaca. Kekaguman saya kepada Lin Yutang akhirnya membuat saya mengumpulkan semua buku beliau yang berbahasa Inggris (belakangan buku-buku ini dicetak ulang dalam dua bahasa, China dan Inggris) yang saya simpan dalam rak khusus Lin Yutang dalam perpustakaan pribadi saya: Koleksi Buku di Perpustakaan Pribadi Johan Japardi.
Saya pernah mengatakan bahwa seseorang yang sudah menulis demikian banyak buku tidak bisa menghindarkan diri dari repetisi dari isi buku yang dia tulis sebelumnya. Repetisi ini saya temukan selain dalam buku-buku Lin Yutang, juga dalam cersil-cersil karya Kho Ping Hoo, yang sudah diterjemahkan sungsang ke dalam bahasa Mandarin, dan memperkaya khazanah cersil China itu sendiri (baca artikel saya: Tokoh-tokoh Nyata dalam Cersil Jin Yong dan Penerus Mereka).
Repetisi yang saya maksudkan adalah uraian filosofis yang sama oleh pak Kho Ping Hoo dalam cersil-cersil yang berbeda, yang sejenak mengajak para pembaca untuk "melupakan" jalan cerita silat itu sendiri dan merenungkan wejangan filosofis beliau. Saya sendiri, yang mulai membaca cersil Kho Ping Hoo sejak masih di SD kelas 4, tidak merasa jenuh, malah tanpa sadar sudah mulai mengikuti uraian filosofis yang sebenarnya bukan konsumsi anak-anak itu sejak saya masih berusia sangat muda.
Dua tahun kemudian, teman sekelas saya, salah seorang anak tetangga, yang rumahnya persis di belakang rumah kami, mulai membaca cersil juga. Lama kelamaan, kami yang memiliki hobi yang sama ini berpatungan menyewa cersil-cersil itu, sekali sewa 1 judul, dari penyewaan komik dan cersil milik pak Ahmad (berjulukan: Ahmad Merbuk karena hobinya memelihara burung merbuk) dan pak Len, adik Ahmad Merbuk. Ketika kami hampir selesai SMP, cersil dari semua penulis, termasuk para penulis selain Kho Ping Hoo, sudah kami baca.
Membaca cersil bukannya tidak menimbulkan masalah, karena mendiang ayah saya sering menegor dan mengingatkan saya untuk lebih memprioritaskan membaca buku-buku pelajaran, dan pernah cersil yang kami sewa itu saya sembunyikan di atas plafon kamar tidur, dikencingi tikus, dan mengakibatkan pak Ahmad Merbuk marah-marah! Saya tersenyum sendiri setiap kali saya mengingat kejadian ini.
Kembali saya mengutip ucapan almarhumah ibu Fatima, guru matematika saya di SMP Perguruan Sisingamangaraja Tanjungbalai:
Bumi berputar
Musim berganti
Zaman beredar