Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Es Dengki, Sebuah Kajian Nilai Rasa Bahasa Indonesia

Diperbarui: 28 April 2021   04:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan Layar Es Dengki. Gambar: Google Maps


..... Di pinggir kotanya,
sungai mengalir
titinya yang panjang
Lintasan nelayan,
menambah indah
kota Asahan.....................
Tiar Ramon, lagu "Tanjungbalai."

Melintasi titi Silau yang dimaksudkan oleh Tiar Ramon (karena belum ada titi Tabayang waktu itu), kalau berbelok ke kiri akan sampai di Kapias dst. s/d Teluk Nibung dan Bagan Asahan, tapi kalau lurus akan sampai di Sidengki (baca: Sidéngki) atau Es Dengki (baca: És Déngki).

Seingat saya, semasa SMA dulu (awal 1980-an), nama kampung ini, atas usulan dari orang tua-tua, sudah diganti menjadi Kampung Persatuan (ini tertulis di sebuah surat kabar, sayang sekali saya tidak mengarsip klipingnya). Mengapa demikian? Karena sering terjadi kebakaran di sana. Penduduk kampung pun mulai berkonsultasi dengan orang tua-tua itu yang dianggap sebagai orang-orang cerdik-pandai.

Nah, menurut para cerdik pandai ini, kebakaran tersebut berkaitan dengan nama kampung itu, Sidengki atau Es Dengki. Usut punya usut, ternyata pada masa pendudukan Jepang yang seumur jagung itu (1942-1945), orang Jepanglah yang memberikan nama kampung itu, dengan sebutan S.S. Denki, singkatan dari スマトラ するやき 電気 Sumatora Suruyaki Denki yang artinya Perusahaan/Pabrik Pembuatan Lampu Listrik Sumatera.

Yang agak mengherankan, alih-alih Kampung Persatuan, sampai sekarang orang di Tanjungbalai masih menyebut nama kampung ini dengan Sidengki atau Es Dengki.

Tak apa-apalah, hitung-hitung 1 kampungnya 4 namanya (S.S. Denki, Sidengki, Es Dengki, dan Kampung Persatuan).
Atau jangan-jangan karena orang Tanjungbalai memiliki keberanian yang besar, sampai-sampai Jl. S. Parman pun masih disebut Jl. Listrik?

Catatan:
Dalam bahasa Indonesia, termasuk dialek Tanjungbalai, kita kenal "nilai rasa." Sesuatu yang mengenakkan kalau didengar, itu yang kita pakai.

Contoh lain:
Kata sifat: tinggi, kata benda: ketinggian.

Coba kalau kata sifatnya lebar, kata bendanya juga lebar, bukan kelebaran, karena di sini masuk nilai rasa yang memberi makna "kelewat lebar." Dalam percakapan sehari-hari, "ketinggian" juga digunakan dalam makna "kelewat tinggi."

Seingat saya, sudah sejak tahun 1980-an kata "mangkus" dan "sangkil" diusulkan sebagai padanan kata "efektif" dan "efisien," tapi sampai sekarang orang masih lebih suka menggunakan "efektif" dan "efisien" walaupun KBBI sudah lama mencakupkan "mangkus" dan "sangkil."
NILAI RASA.

Jonggol, 28 April 2021

Johan Japardi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline