Banyak pihak beropini bahwa dengan disahkannya Undang-Undang tentang Desa yang didalamnya mengatur adanya penyaluran anggaran dari APBN langsung ke Desa, akan menyebarkan korupsi hingga titik terendah yaitu Desa. Pemerintah Desa Kedungweru tidak sependapat dengan pernyataan itu. Mengapa? Karena Kami berpendapat itu hanya sebuah opini serampangan tanpa melihat situasi dan kondisi secara utuh.
Desa, dengan adat istiadatnya, dengan pranata sosial kemasyarakatannya telah membangun sistem pengawasan melekat. Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa selalu melalui pembahasan bersama dengan warga sejak perencanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Maka jika dalam UU Desa mewajibkan Musyawarah Desa minimal sekali dalam setahun, Kedungweru sudah melaksanakan Musyawarah Desa lebih dari yang diwajibkan Undang-Undang. Bahkan Desa dengan fleksibilitasnya, dalam setiap kesempatan Kepala Desa berbicara di depan forum warga baik itu acara keagamaan, acara terkait adat budaya, maupun acara yang diselenggarakan warga secara pribadi pun di sana dapat dimanfaatkan untuk mensosialisasikan sesuatu terkait pelaksanaan pembangunan di Desa. Terkait dengan korupsi yang dikhawatirkan akan menjamur subur di Desa nantinya, menurut Kami itu sama sekali tidak berdasar. Ini dapat dikatakan sama dengan menyatakan bahwa warga di Desa semua buta huruf, buta informasi, buta hukum. Padahal selama ini warga desa sudah sangat kritis terhadap Pemerintah Desa. Itu sudah menjadi satu harapan besar untuk menjamin bahwa korupsi tidak akan terjadi di level Desa, utamanya Kedungweru. Bahkan selama ini Kami selaku Pemerintah Desa sangat prihatin mengamati sistem dan mekanisme pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Dengan sistem perencanaan top down, seringkali program dan kegiatan yang dibuat pemerintah pusat tidak sesuai sengan kebutuhan di Desa. Terlebih lagi adanya sistem perencanaan dengan dipengaruhi sistem politis, ini sangat tidak diharapkan oleh warga Desa. Mengapa? Karena jelas-jelas inilah yang menjadi lahan korupsi. Berdalih dana "aspirasi" yang kemudian istilah ini lebih familiar dengan "asupirasi" atau ada sebagian lagi yang menyebutnya "sapirasi" (berapa sich? dalam dialek banyumasan.red) karena memang sering terjadi adanya oknum yang mematok sekian % (persen) untuk Desa, sekian persen bagian kami. Dengan adanya anggaran dari APBN langsung ke Desa, harapan besar untuk adanya pemenuhan terhadap setiap rencana kegiatan yang diusulkan warga dalam Musrenbang Desa setiap tahunnya. Tidak seperti selama ini, banyak usulan kami bawa ke Musrenbang RKPD di Kecamatan untuk selanjutnya dilanjutkan berjenjang. Namun yang terjadi tidak hanya pada Desa Kami tetapi banyak Desa yang lain. Setiap usulan kegiatan tetap harus disusuli proposal, belum lagi sering kali diserobot Dewan untuk Dapilnya sendiri. Itu semua tidak akan terjadi jika ada bagian anggaran yang jelas untuk tiap-tiap Desa. Selanjutnya Kami mengharap agar seluruh warga Desa Kedungweru dimanapun berada untuk berpartisipasi aktif mendukung semua program dan kegiatan yang dilaksanakan Desa Kedungweru dalam rangka Pembangunan Desa. Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi? Kalau Bukan Sekarang, Kapan Lagi? Maju Terus Desa Kedungweru Tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H