Usia sejatinya sudah menjadi kontrak antara pencipta dengan ciptaannya yang diamanatkannya lewat kepalan bayi saat menghirup udara dunia pertamanya. Sayangnya belum ada barcode scan yang bisa menterjemahkannya berapa persisnya kontrak hidup manusia itu, sama halnya dengan jodoh dan rejeki. Sampai saat ini hanya ahli rajah saja yang bisa membacanya walau keakuratannya massih diperdebatkan.
Manusia hanya bisa membaca tanda-tandanya saja kapan umur seseorang akan berakhir. Bisa lewat kondisi tubuhnya seperti sedang sakit parah, gaya hidupnya yang gemar merokok, jarang tidur, mengkonsumsi sembarang makanan dan jarang berolah-raga. Walau kadang hal ini tidaklah selalu benar, artinya biarpun persentasinya kecil tetap saja ada yang berusia panjang.
Begitu sulitnya mengetahui panjang atau pendeknya usia manusia, bagi yang percaya akan ada 'kehidupan' setelah meninggal dunia, menjadi tidak begitu mempermasalahkan batas umurnya lagi. Cukup berbuat banyak kebaikan selama di dunia dengan anggapan bahwa besok akan mati. Perilaku seperti ini telah diakui oleh sebagian orang malah membuat hidup seseorang menjadi 'abadi'. Sebut saja Chairil Anwar, wafat di usia 26 tahun, tetapi tetap 'hidup' sampai sekarang lewat karya sastranya yang telah memotivasi perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme. Marsinah, tokoh wanita muda yang meninggal misterius karena memperjuangkan nasib buruh pabrik, Wji Thukul si "hanya ada satu kata, lawan!!" yang menghilang di usia 35 tahun, 4 mahasiswa Trisakti pahlawan Reformasi, beberapa aktivis muda korban penculikan yang tidak ditemukan rimbanya hingga kini dan meninggalnya Munir saat berada di dalam pesawat. Begitupun dengan tokoh Internasional Thomas Alva Edison yang sampai sekarang 'nafas'-nya terus terdengar di antara benderangnya cahaya-cahaya lampu.
Tetapi ada pula yang berusaha memperpanjang usianya dengan memperbaiki kualitas hidupnya, seperti berolah-raga walau kebiasaan merokok dan makanan berlemak belum bisa ditinggalkannya. Ada yang berhasil menjadi lebih bugar atau fatal, sebab tidak menjalaninya dengan baik sesuai anjuran pakar kesehatan atau tidak peka untuk 'mendengarkan' tubuhnya sendiri. Seperti mendadak meninggal dunia setelah bermain bulu tangkis, futsal atau olah raga lainnya.
Usia memang menjadi rahasia bagi sang pencipta, tetapi 'hidup seribu tahun lagi' adalah hak setiap orang. Tidak ada kata terlambat untuk segala lapis umur. Terutama untuk usia yang rentan terserang penyakit seperti mendekati umur lima puluh tahun, memperbaiki gaya hidup yang salah bisa langsug dimulai detik ini juga. Berdoa kepada Pencipta agar kontrak hidup itu bisa di 'amend' lewat usaha-usaha yang kita lakukan. Apalagi Pemerintah sudah menetapkan batasan usia pensiun di angka 58. Tentunya siapapun ingin tetap sehat dan bugar di saat melewati masa pensiunnya. Semangat hidup seorang Janice Lorraine, nenek yang memenangkan lomba binaragawati di usia 71 tahun dapat dijadikan motivasi.
Memang upaya untuk menghirup udara lebih lama di dunia ini masih tetap memerlukan ijinNya. Tetapi bila itu dilakukan dengan kombinasi perbuatan yang positif dan berguna bagi orang banyak, niscaya tidak akan mustahil untuk bisa "hidup seribu tahun lagi", walau fisiknya sudah terkubur di dalam tanah. Tentunya hidup abadi serta terhormat karena kebaikan dan ilmunya dari pada kejahatannya.***8juni2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H