Lihat ke Halaman Asli

Cintaku di Tulang Sumsum

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengapa kau hanya memandangku dari kejauhan ? Hanya tersenyum dan menunduk malu ketika ku balas menatap. Tidak tahukah kau Jika jantungku dilanda badai ? Karena sedetik tatapmu, sekelumit senyummu.  Dan rambutmu yang menyentuh kening bening, menari gemetar dipermainkan angin. Aku mengutuk jarak ini. Aku ingin berteriak agar kau tetap di sana. Biar puas kunikmati segala keindahan dalam diam. Biar saja badai itu meluluhlantakkan. Biar aku terjatuh , biar aku tak berdaya, biar. Dan bola matamu yang basah ? Seperti dua biji sawo kecik di atas genangan air. Menari dalam gelisah.  Bagaimana aku harus membaca ? Bagaimana aku membuka lembaran itu ? Dimana kau tulis berjuta rasa. Tentang diriku dan getar itu. Cintaku di tulang sumsum. Menusuk terlalu dalam. Membungkam mulutku untuk tidak berkata-kata. Meremukkan tulang jemariku hingga bergetar. Setiap kali kau di sana. Dalam gerimis, dalam hujan dan dalam badai. Dan aku masih mengutuk jarak. Sebab aku hanya diam. - --------------------------------------------------------------------------------- gambar dari google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline