Lihat ke Halaman Asli

Joseph Wawengkang

penulis lepas

Perang Tembakau

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Perkembangan global menunjukkan eskalasi konflik yang semakin meluas, tak hanya perang fisik adu kekuatan militer namun juga perang ekonomi telah melampui batas-batas wilayah negara. Perang tembakau, sebagai salah satu bentuk konflik ekonomi adalah bentuk eksistensi perang model baru.

Kasus terkini adalah terbitnya dokumen yang dibocorkan mantan kontraktor NSA Edward J Snowden, NSA memata-matai Mayer Brown yang mewakili Indonesia dalam menangani gugatan terkait dua produk, rokok kretek dan udang. Amerika melarang rokok kretek asal Indonesia dijual di negaranya.

Bocornya data penyadapan National Security Agency (NSA) atas Biro Hukum Mayern Brown menjadi bukti nyata bahwa America ingin menjatuhkan industri rokok kretek nasional.Berbagai strategi diterapkan untuk memenagkan perang ekonomi ini. Metode yang dinilai ampuh untuk melemahkan lawan adalah dengan serangkaian penelitian akademik yang mempublikasikan bahaya tembakau dan rokok.

Seperti misalnya, laporan US Surgeon General yang baru merilis sebuah studi bahwa bahwa merokok bahkan dampak merokok semakin berbahaya daripada yang diperkirakan sebelumnya. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa merokok menyebabkan penyakit yang membunuh lebih banyak orang dan menelan biaya kesehatan Amerika Serikat lebih banyak sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi. Laporan ini menunjukkan perubahan dalam desain dan komposisi rokok sebagai satu-satunya penyebab dalam peningkatan risiko kanker paru-paru.

Dari sisi lain kita dapat melihat bahwa WTO melalui Dispute Settlement Understanding (DSU) pada 2012 telah memenangkan gugatan Indonesia terhadap larangan perdagangan rokok kretek di AS. Namun AS tetap membandel dengan tidak mencabut regulasi tersebut. Indonesia pun menggugat lagi AS pada Agustus 2013 lalu, dan menang lagi.

Dalam putusannya, DSU menyatakan aturan anti kretek yang dinamakan Federal Food, Drugs and Cosmetic Act Amerika Serikat merupakan kebijakan diskriminatif. Kebijakan tersebut bertentangan dengan Perjanjian WTO Technical Barrier to Trade.

Penerapan regulasi anti rokok kretek terlihat lebih menjurus pada kepentingan dagang ketimbang sekadar masalah kesehatan. Hal ini karena, AS punya tembakau putih yang juga ingin diserap banyak pembeli di negaranya, karena itu AS ingin mendepak rokok kretek. Tidak hanya kali ini saja,pihak negara lain ingin mempengaruhi jatuhnya industri kretek nasional. Salah satu cara bentuk asing merongrong industri kretek nasional adalah dengan menerapkan kampanye kesehatan lewat perjanjian Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) lewat World Health Organization (WHO).

Karena itu, sebagai solusinya adalah perspektif pemerintah harus holistik. Perjanjian internasional harus hati-hati dilihat kepentingannya, negara mana yang merupakan produsen dan konsumen tembakau. Jika tidak, mereka bisa mengendalikan industri kita lewat berbagai aturan.

Kita semua tentu mendukung gaya hidup sehat dan sebisa mungkin menghindari pola hidup yang buruk. Namun tentu saja harus muncul dari kesadaran masyrakat sendiri dan dalam perang tembakau diterapkan fair play. Jika Amerika ingin melarang rokok kretek beredar di negaranya karena alasan kesehatan, maka roko produksi Amerika pun tidak boleh diproduksi. Ciptakan dunia tanpa rokok untuk alasan kesehatan bukan karena perang ekonomi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline