Lihat ke Halaman Asli

JOE HOO GI

Berminat menekuni sebagai Blogger yang saat ini tinggal di Yogyakarta.

Bacalah Dulu Undang-Undangnya, Setelah Itu Barulah Bersikap

Diperbarui: 14 Oktober 2020   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pribadi

Banyak kawan bertanya kepada saya, apa pendapatmu dengan disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja? Saya menjawab, maaf saya tidak bisa berpendapat sebab saya memang belum membaca keseluruhan dari substansi yang ada pada setiap pasal yang ada di dalam UU Cipta Kerja ini.

Saya kemudian berbalik bertanya, lantas apa dan bagaimana pendapatmu dengan disahkannya UU Cipta Kerja ini? Anehnya, mereka kompak memberikan pendapat yang sama bahwa Undang-Undang Cipta Kerja adalah representasi dari produk kapitalis yang hanya mementingkan pihak pengusaha, menguntungkan pihak investor dan sangat merugikan kepentingan para buruh.

Saya menjadi terheran-heran bagaimana mereka dapat begitu cepat memahami substansi yang ada pada setiap pasal dalam UU Cipta setebal kurang lebih seribu halaman ini yang notabene baru kemarin lusa disahkannya dan belum mengalami proses percetakan? 

Dugaan saya terungkap betapa mereka ternyata belum pernah membaca UU Cipta Kerja. Rujukan mereka bukan kepada UU Cipta Kerja, melainkan opini viral yang bertebaran di sosial media, seperti Facebook, Instagram dan WhatsApp sebagai rujukan mereka.

Saya juga tidak yakin apakah pembuat dan pengirim opini viral  ke sosial media yang seolah-olah sudah mengetahui substansi yang ada pada setiap pasal dalam UU Cipta ini sudah membaca UU Cipta Kerja? Bagaimana bisa memberikan penilaian yang ada dalam UU Cipta Kerja jika realitas yang terjadi Undang-Undangnya saja belum pernah disentuh dan dibaca? Betapa tindakan sok tahu ini sangatlah berbahaya bila realitasnya kemudian tidak akan pernah terbukti sehingga akan meranah kepada opini fitnah atau hoax.

Ketika aksi-aksi penolakan  terhadap UU Cipta Kerja terjadi di DKI Jakarta dan merembet sampai ke kota-kota di Indonesia, fokus saya bukan kepada tuntutan yang menjadi statement dari orasi para pengunjuk rasa, melainkan apakah rujukan mereka pada UU Cipta Kerja yang sudah mereka baca ataukah merujuk kepada opini viral yang mereka dapatkan dari sosial media?

Pasal-pasal manakah dari UU Cipta Kerja yang oleh menurut para pengunjuk rasa dianggap sebagai pasal yang menguntungkan pihak investor dan merugikan kepentingan buruh? Ternyata tidak satu pun mereka dari pengunjuk rasa yang mengetahui isi pasal dari UU Cipta Kerja ini. Mereka hanya merujuk kepada opini viral yang mereka dapatkan dari sosial mereka sebagai referensi tunggal.

Sejak awal ketika api aksi penolakan UU Cipta Kerja menunjukkan eskalasi perlawanannya yang semakin membesar, saya sudah melakukan investigasi secara random turun ke jalan mendatangi para pengunjuk rasa perihal pasal-pasal manakah dari UU Cipta Kerja yang setebal kurang lebih 1000 halaman ini yang dianggap merugikan kepentingan kaum buruh dan menguntungkan pihak investor?

Sekali lagi jawaban akademis tidak saya dapatkan kecuali dalih yang meranah kepada asumsi kacamata kuda: pokoknya dan pokoknya dengan rujukan katanya dan katanya.Tidak ada pasal yang dapat mereka sebutkan sebagai barang bukti kecuali justifikasi dari opini viral yang mereka dapatkan dari sosial media itu yang mereka anggap sebagai rujukan kebenaran.  

Saya sudah memberitahu kepada kawan-kawan saya yang kebetulan getol menolak UU Cipta Kerja. Saya tegaskan temukan barang buktinya dulu, barulah bersikap. Undang-Undangnya saja belum pernah dijamah dan dibaca, lantas bagaimana Anda bisa tergesa-gesa menjustifikasi kalau substansi yang ada pada setiap pasal yang ada di dalam UU Cipta Kerja menguntungkan pihak investor dan sangat merugikan kepentingan para buruh?

Terus terang saya menjadi bingung sendiri, di satu sisi tuntutan mereka meminta kepada pemerintah untuk membatalkan UU Cipta Kerja, tapi ironisnya di sisi lain tidak satu pun disebutkan pasal dari UU Cipta Kerja yang manakah yang mereka anggap telah menguntungkan pihak investor dan sangat merugikan kepentingan para buruh.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline