Lihat ke Halaman Asli

Confessions of An Economic Hit-Men

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang pernah diramalkan oleh Soekarno, tentang Neoimperialisme dan Neokolonialisme ternyata telah terbukti dengan terbitnya sebuah pengakuan oleh John Perkins (JP), salah seorang pembunuh ekonomi bayaran (EHM). JP seorang muda yang brillian, direkrut oleh NSA (National Security Agency), dan dilatih oleh MAIN untuk menjadi professional yang bersedia memanipulasi data-data ekonomi sebuah negara berkembang demi kepentingan perusahaan dan negaranya sendiri, biarpun upaya ini disadari akan merusak sendi-sendi kehidupan alam & masyarakat di negara (berkembang) itu.

[caption id="attachment_142249" align="alignleft" width="225" caption="Sumber : www.concernedhumanity.net"][/caption]

Caranya sangat sederhana. Mereka (EHM) datang ke negara-negara berkembang untuk mengadakan penelitian. Kemudian data-data hasil penelitian (yang telah dimanipulasi) ini akan dijadikan referensi bagi lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank, ADB, USAID, IMF untuk menentukan besarnya dana pinjaman yang disalurkan dalam membangun infrastruktur di negara-negara peminjam. Kemudian, negara-negara peminjam baru dikucurkan dana pinjaman bila memberikan proyek-proyek pembangunan dan kontruksi infrastruktur raksasa-nya kepada perusahaan-perusahaan konstruksi barat seperti MAIN, Bechtel, Halliburton, Mosanto, Stone&Webster atau Brown&Root. Chas.T.Main Inc (MAIN) tempat di mana John Perkins bekerja, akhirnya bangkrut karena mismanagemen di tahun 1992 dan dibeli oleh Parsons Corporation of Pasadena, California.

Jadi tugas EHM, selain membenarkan pinjaman internasional yang besar untuk disalurkan kembali kepada perusahaan-perusahaan Amerika, mereka juga harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara peminjam itu (setelah negara-negara itu membayar jasa perusahaan-perusahaan Amerika itu) sehingga negara-negara itu akan selamanya berhutang kepada kreditor mereka, dan menjadi sasaran empuk ketika Amerika memerlukan dukungan mereka, seperti pendirian pangkalan militer, hak suara di PBB atau akses (eksploitasi) kepada sumber energi dan sumber daya alam di negara tersebut.

Ironisnya, banyak orang yang bekerja pada perusahaan seperti MAIN, seperti juga kebanyakan masyarakat Amerika, adalah orang-orang terpelajar yang sangat baik dan bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk memerangi kemiskinan dan melakukan kebajikan. Mereka tidak sadar bahwa mereka sebenarnya dimanfaatkan oleh segelintir orang-orang serakah dan pemerintah mereka sendiri untuk mengeksploitasi orang-orang di negara-negara dunia ketiga. Misalnya, faktor penentu kemajuan ekonomi sebuah negara adalah Produk Nasional Bruto atau GNP (Gross National Product). Kemajuan pada GNP tidak berarti kemajuan satu (atau tiap) orang dalam negara tersebut. Bisa saja, yang kaya tambah kaya, dan yang miskin tambah miskin. Tapi dari sudut pandang statsitik (GNP), hal itu bisa dicatat sebagai kemajuan ekonomi. Mirip seperti keadaan Indonesia saat ini di mana hampir semua indikator ekonomi positif tapi kehidupan ekonomi masyarakat secara riil semakin susah.

Jadi banyak orang terpelajar Amerika (dan bahkan orang Indonesia berpendidikan Barat) yang heran atas sikap anti-Amerika yang digelar para pengunjuk rasa di negara-negara dunia ketiga karena mereka selalu berpikir bahwa mereka telah bekerja keras sepenuh hati dalam membangun jalan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga listrik, tapi yang diterima bangsa Amerika adalah kebencian dan ketidakpuasan. Mereka tidak sadar bahwa justru Amerika sendiri yang berkepentingan untuk tetap ada di negara-negara dunia ketiga tersebut untuk terus mengekploitasi sumber daya alam dan memeras tenaga penduduk negara dunia ketiga. Kejadian ini mirip-mirip seperti kejadian di daratan Amerika sendiri ketika para pendatang eropa di abad ke-20 menyakini pembenaran bahwa ketika mereka sedang memerangi para Indian (yang sebenarnya sedang berjuang untuk mempertahankan tanah mereka), mereka juga sedang memerangi para abdi setan, dan mereka yakin Tuhan merestui perbuatan mereka.

Pendidikan di Indonesia memang sangat menyedihkan seperti yang baru-baru dilaporkan Newsweek seperti yang dikatakan Maya dalam pembahasan buku ini. Tapi yang lebih menyedihkan adalah ketika kita berpikir bahwa ketrampilan (skill) itu adalah pendidikan. Di Indonesia, banyak sekali orang-orang yang terampil dalam bidang-bidang tertentu, tapi apakah mereka berpendidikan? Belum tentu! Seorang Dosen seperti Dr. Azhari jelas terampil merakit bom, mungkin trampil dalam membaca ayat-ayat Kitab Suci, tapi apakah dia berpendidikan sehingga mampu membunuh orang-orang tak berdosa dengan bom-bom yang dirakitnya?

Di tahun 1970-an, JP sempat mengunjungi Indonesia untuk melakukan penelitian guna mendapatkan data-data perkiraan pertumbuhan ekonomi. JP sempat mengunjungi kota Bandung dan menonton

Pertunjukan Wayang Kulit (Sumber : smktpp.wordpress.com)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline