Salam Kompasiana dimana saja berada..........
Semua orang di dunia ini punya jalan hidup sendiri-sendiri yang diberikan Tuhan dan itu yang sering orang katakan dengan Takdir, kebanyakan orang paham dan mengamini bahwa semua manusia dimuka bumi ini tidak dapat melepaskan dirinya dari takdir Tuhan. Karena itu ketika seseorang mengalami masalah atau terjadi kemalangan sampai merengut nyawa orang tersebut maka masyarakat selalu berbicara "Ya...........sudah memang sudah takdirnya seperti itu mau apa lagi ?"
Menurut Wikipedia.org "Takdir" mengandung pengertian
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia arti Seorang adalah manusia tunggal atau manusia sendirian yang melakukan sesuatu atau tidak zamak (beberapa orang) tapi hanya satu orang yang mewakilinya.
Penista menurut KBBI berasal dari kata nista yaitu rendah, hina, aib, cela, noda atau perbuatan yang tidak enak di dengar yang tidak bisa terhapuskan lagi dan kalau di tambah awalan pe mengandung arti orang yang melakukan perbuatan menodai, mencela, merendahkan atau menghina.
Kalau di rangkum akan mengandung arti jalan hidup manusia yang melakukan perbuatan menodai, mencela, merendahkan atau menghina, jadi menurut KBBI dan menurut Wikipedia.org kita bisa mendapatkan gambaran yang cukup jelas bahwa menurut pendapat banyak masyarakat bahwa jalan hidup seorang penista itu sangat tidak baik dan tidak dibenarkan oleh agama dan pemerintah sehingga hal ini harus dijauhkan dari masyarakat.
Apakah ini juga termasuk seorang penista ?
Suatu hari beberapa masyarakat kumpul-kumpul di perempatan kampung dan mereka asik ngobrol suatu ketika Ali (nama samaran) berucap "Mangga belakang rumah sudah besar ora ono uwohe (tidak berbuah), lalu Amat (nama samaran) menimpali "Kalau ingin uwoh (berbuah) sana di tanam sebelahnya Masjid kan nanti uwohe (buahnya) banyak".
Menurut pembicaraan dua orang ini maka sebenarnya terjadi penistaan yaitu oleh Amat karena dia dengan sengaja mengejek Ali, kalau ingin banyak buahnya, mangga milik Ali disuruh di tanam disebelah Masjid saja karena setiap hari pasti awoh (berbuah) padahal yang di maksud Amat adalah Allah Allah (awoh awoh).