Berbicara mengenai kusta seakan tak ada habisnya. Banyak pembahasan serius terkait penyakit yang satu ini, seperti akses penanganan, pengobatan, kesempatan kerja, stigma masyarakat, dsb.
Di Indonesia sendiri masih ada beberapa provinsi yang masih memiliki banyak penderita kusta. Diantaranya adalah Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Perlu diketahui bahwa sepanjang tahun 2020 telah ditemukan sebanyak 9 ribu kasus kusta, sehingga total kasus penderita kusta di Indonesia tercatat sebanyak 16.704 kasus aktif yang harus mendapat, perhatian, penanganan, dan pengobatan lebih lanjut.
Ada beberapa program pencegahan penyakit kusta yang bisa dilakukan di tengah pandemi, diantaranya adalah:
- Melakukan pengobatan dan perawatan secara mandiri.
- Skill atau kemampuan petugas kesehatan ditingkatkan.
- Melakukan peningkatan peran serta masyarakat. Contohnya memberikan rujukan dan melakukan pembiayaan dari sumber dana desa.
- Melakukan pemenuhan kebutuhan jasa logistik.
- Pemenuhan jaminan kesehatan bagi OYPMK (Orang yang Pernah Mengalami Kusta) dan disabilitas.
Lalu, bagaimana penanganan inklusif yang harus dilakukan? Beberapa hari yang lalu saya mengikuti sebuah acara webinar di channel YouTube Berita KBR bersama NLR Indonesia. Pembicara pada acara Ruang Publik tersebut adalah Bapak Suwata (Dinas Kesehatan Kab. Subang) dan Ardiansyah (Aktivis Kusta/Ketua PerMaTa Bulukumba).
Acara tersebut mengusung tema "Akses Penanganan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas Termasuk Orang dengan Kusta" dan mengungkap beberapa cara dalam menangani kusta, yaitu advokasi pemerintah daerah yang dilakukan dalam UU No 8 Tahun 2016, dan membentuk forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang khusus untuk penanganan inklusif kusta dan penyandang disabilitas.
Beberapa upaya-upaya tersebut diharapkan mampu meminimalkan kusta, dan menuju Indonesia bebas kusta. Pak Suwata juga mengungkapkan beberapa program yang dilakukan untuk menangani kusta di Kabupaten Subang, diantaranya adalah:
- Sistem kontrol SKPD.
- Melakukan pencegahan kecacatan pada penderita kusta.
- Melakukan pemberdayaan pada OYPMK (Orang yang Pernah Mengalami Kusta) dan disabilitas.
- Sebisa mungkin melakukan pengurangan stigma masyarakat dan diskriminasi terkait kusta.
"Perusahaan minimal menerima dan mempekerjakan sekitar 2% pekerja disabilitas."