Lihat ke Halaman Asli

UAN, Masalah atau Solusikah?

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekarang lagi musim UAN. Anak-anak kelas tiga, baik itu SMP maupun SMA sekarang ini sedang memeras otak demi masa depan. Kadang agak miris juga, tiga tahun waktu kita belajar di SMP atau SMA, untuk menetukan kelulusan kita cuma dengan waktu beberapa jam. Dimana letak keadilan, mungkin kita bertanya-tanya akan hal itu. Orang yang paling pintar sekalipun bisa terporosok kedalam lembah kegagalan, jika dia tidak teliti dalam menjawan soal-soal ujian.

Kalau kita berpikir dari sudut pandang orang yang kontra terhadap bagaimana sebernarnya UAN itu, pasti kita memberikan runtutan kekesalan kita. Pertama mungkin tidak adanya ketidakadilan, ya bagaimana mungkin setelah sekolah sekian lama, cuma butuh waktu beberapa jam untuk menetukan kelulusan. Kenapa kita tidak langsung ujian saja, kalau pun tidak lulus, kita kan bisa mengulang, mungkin malunya tidak sebanding dengan sudah belajar tiga tahun, pada pada babak penentuan kita tidak lulus, malu kan?

Masalah lain adalah kecurangan, sebagai yang pernah terlibat dalam pelaku UAN, saya tahu bagaimana trik-tirk agar kita bisa menolong sesama. Saya tidak menolak hal ini, saling tolong menolong merupakan hal yang lumrah, apalagi ini menyangkut masa depan, apakah orang-orang di atas sana pernah berpikir mau jadi apa kita kelak? Tidak kan, makanya apapun pasti di perbuat bagi mereka-mereka yang terlibat langsung dalam UAN tersebut.

Polemik UAN ini tidak akan pernah habis. Mengapa saya katakan demikian, karena UAN bagi saya bukanlah solusi bagi dunia pendidikan, melain sebuah masalah yang akan menambah rentetan masalah di negara ini. Cukup lah negara ini menangani kasus korupsi, teroris, atau mafia pajak. Kenapa kita tidak mengembalikan kebijakan untuk menentukan kelulusan ke sekolah yang bersangkutan saja?

Saya masih ingat ketika masih SD, sekolah benar-benar fair menentukan kelulusan. Tidak adanya unsur apa pun, semuanya murni di putuskan berdasarkan kemampuan si murid. Menurut saya hal ini masih layak di pertahankan. Di sisi lain kita bisa menghemat pengeluaran negara, saya tidak tahu persis berapa biaya untuk penyaluran soal-soal UAN ke sekolah peserta UAN. Berapa rupiah yang mesti di gelontorkan untuk membayar para pengawal soal-soal ujian?

Tapi disisi lain, pemerintah ini menganggap ini merupakan solusi bagi dunia pendidikan. Pemerintah telah mengatur sedemikian rupa, aturan-aturan itu sudah jelas. Tapi pemerintah tidak pernah memikirkan dampaknya, berapa nyawa yang harus hilang ketika mereka di tetapkan tidak lulus UAN? Atau berapa rugi waktu yang harus di tanggung oleh peserta UAN? Mereka-mereka tidak bodoh, cuma faktor kesialan yang membuat mereka gagal UAN. Atau mungkin kesalahan teknis dalam pemeriksaan??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline