Lihat ke Halaman Asli

Bunga Penyambutan

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

wanita itu masih menari, meliuk indah bagai ombak di lautan menerjang batu karang. gemulai menampar, tegas mengikis. jantungku berdetak tiada kontrol. dug..dug..derudug..dug.. serasa penuh alunan musik 80 an. dengan hard rock penuh distorsi lambat penuh hentakan. kadang melow mengambangdi ruang kehampaan di lain waktu memohon untuk di tinggalkan. istilah kasarnya aku ingin di pelukanmu walau aku tak menginginkan itu. di antara kebimbangan terdapat keinginan. tertinggal di gilas kesombongan pikir para priyayi tua.

di matanya masih tersisa kasih seorang bunda, darahnya sama merahnya dengan cucuran pejuang kesatria. di saat yang sama masih tetap tertahan dengan kemerdekaan yang sia sia.  penari cantik dengan tubuh sintal penuh keistimewaan. istimewa diantara yang ternoda. seorang pelayan harus memuaskan juraganya. karna hidup masih sama. ada kaum terhormat ada kaum hina. demi kepenatan di kepala, penyajian hidangan istimewa cukup sebagai pembuka. telanjang penuh misteri. menantang dengan keterbukaan. seksi di ciptakan tuk menggoda. seni menikmati hidup yang hanya sekali.

ku rasakan wangi merebak, wangi bunga yang menyegarkan, menghipnotis kesadaranku. benar benar harum tubuh itu. terasa sangat berbeda dengan yang pernah ada. terlahir dari rahim para bidadari surgakah dia. ah terlalu mudahnya aku di buai nikmat sesat. dalam hitungan detik aku berubah menjadi binatang.

selesai sudah kunjungan itu. penyabutan yang istimewa, walau aku sendiri tak tahu telah melakukan apa? hanya sekedar meresmikan dan photo bersama. yang kuingat pasti hanya bidadari dengan liukan tajamnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline