Lihat ke Halaman Asli

Cinta yang Tertunda

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13492893001719781534

Hampir setengah jam aku berdiri. Leherpun mulai terasa kaku karena tetap menatap ke satu arah berharap ada taksi kosong yang lewat. Tapi taksi-taksi itu tidak juga ada yang terlihat. Kalaupun ada yg lewat dan kosong hanya berlalu begitu saja. Kenapa ya? Apa ada yang salah? Apa penampilanku tak pantas naik taksi? Atau penampilan aku seperti tampang kriminil? Hehe, tampaknya perkiraan terakhir yang betul. Rambut gondrong. Kumis dan jenggot tebal. T-shirt hitam tangan buntung. Tattoo di lengan. Jeans belel. Sepatu boot. Hmm, tapi tidak juga sih.

“Taksiii….,” aku berteriak sambil melambaikan tangan dan melangkah sedikit lebih ke tengah jalan ketika kulihat sebuah taksi. Haaaa…!, taksi nya menyalakan lampu sign kiri. Akhirnya ada juga taksi kosong yang mau berhenti… Fiuuuuuh..!!, Thanks God. Aku bersyukur dalam hati.

“Ke Blok M plaza pak,” kataku setelah duduk nyaman dalam taksi.

Supir taksi meng iya kan. Plong, rasanya. Mudah-mudahan dia belum datang. Aku ada janji dengan Line, wanita yang dulu semasa di sekolah sempat pacaran denganku. Pacar monyet, eh.. apa ya istilahnya kalau anak kecil pacaran…? Yaa… itulah. Sekarang kami sudah sama-sama dewasa, tepatnya sudah tua. Aku sudah punya dua anak gadis yang cantik-cantik. Tapi keadaan rumah tanggaku sudah diambang kehancuran. Aku dan isteriku sudah mulai sering bertengkar. Selalu saja ada gara-gara yang menyulut kami berdua untuk bertengkar. Terlalu panjang kalau harus aku ceritakan disini apa penyebab keretakan kehidupan rumah-tanggaku. Yah, kalau kata orang tua, itulah bumbu-bumbu dalam kehidupan dan rumah tangga. Ibarat sayur kalau tidak ada garam katanya tak enak. Tapi sayur ku terlalu banyak garam nya. Jadi malah tidak enak.

Taksi melaju di jalan raya Antasari yang ber aspal mulus. Mungkin karena tadi selama menunggu taksi aku kepanasan, sekarang berada dalam taksi ber AC, mataku jadi terasa berat, ngantuk tak tertahankan. Ditambah, pak supir nyetel lagu-lagu sentimental, sementara kulihat di kiri dan kanan jalan banyak ditumbuhi pohon pelindung yang hijau dan rimbun. Uuuh..!, semakin rapat dan berat mata ini mengajaknya untuk terpejam..…..

“Di luar apa kita masuk ke lobby boss?,” Tanya supir taksi. Rupanya sudah sampai di sekitar Plaza.

“Masuk aja pak,” jawabku. Taksi pun masuk area Blok M plaza dan berhenti tepat di lobby.

“Hallo, Line… Kamu dimana? Aku udah di lobby, Blok M Plaza…,” aku menelpon Line sambil berjalan memasuki gedung plaza.

“Aku masih di jalan tapi udah deket kok, udah di Bulungan, kamu cari tempat ya, nanti smsin aku kalo udah dapet tempatnya,” jawab Line.

“Sip, take care ya, bye,” aku tutup pembicaraan.

Kurang dari lima menit aku berputar-putar mencari tempat makan yang nyaman. Akhirnya aku berhenti di depan sebuah Café Fire Stick. Boleh juga tampaknya, bersih dan bisa smoking,itu yang penting. Segera ku kirim sms ke Line. Dan terkirim.

“Hai, Sam.. Udah lama?,” Tanya Line sambil menarik tempat duduk.

“Hai,” jawabku singkat.

Hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku sedikit terpaku menatap Line. Tepat seperti apa yang aku bayangkan seperti apa dia saat ini. 20 tahun lebih aku terpisah dengannya. Tapi aku masih tetap bisa membayangkan dari tahun ke tahun perubahan yang akan terjadi dengan diri Line. Edan.!!

“Sam…, ya ampuuun… Kenapa kamu jadi ganti casing begini…?,” kata Line membuka pembicaraan. Dia menatapku lekat-lekat.

“Kenapa? Aneh ya..hahahaha…,” tanyaku sambil ketawa lepas sekedar melepas suasana hati yang dag-dig-dug.. Maklum bertemu bekas pacar.

“Bukan aneh lagi, seremmm….Ih, beda banget sama jaman dulu,” jawab Line.

“Dulu culun sekarang tetep,hahaha,” kataku masih grogi.

Line tetap cantik seperti dulu. Senyum dan gaya bicaranya tidak berubah sedikitpun. Atau karena aku yang cinta mati?. Emang ada hubungannya ya cinta mati sama perubahan? Gak tau lah, pokoknya aku terpesona aja. Titik! Yee, kenapa kamu Sam?

“Apa kegiatan kamu sekarang Sam? Masih suka ketemu sama temen-temen kita dulu gak?,” Tanya Line.

“ Ya, begitulah. Aku masih ngayap, keliling Indonesia cari makan. Kamu?,” jawabku balik bertanya.

“O, iya. Aku sekarang tinggal di derah Kebayoran dengan suami dan anakku,” jawabnya. Brrr… Serasa diguyur es wajahku mendengar dia sudah bersuami. Entah kenapa? Ada rasa cemburu di sudut hati. Sam.. Sam… Kamu udah punya anak. Dia juga. Terus? Ngapain kamu cemburu? Sakit kali ya…

Kok ngeliatnya gitu? Kenapa? Ada yang aneh ya sama aku?,” tanyanya.

Eh, mmm.. Anu, enggak… Kamu tetap cantik seperti dulu,” jawabku kikuk. Kulihat sepintas wajahnya memerah.

“Cantik apanyaaa….? Segitu body udah melar gini kok dibilang cantik, mata kamu bermasalah ya Sam? Ha ha ha,”Line tergelak. Tapi ada sinar bahagia di matanya saat ku katakan dia masih cantik.. Hmmm..

“Kamu sendiri gimana dengan keluargamu? Denger-denger anakmu udah dua dan cantik-cantik ya? Cerita doooong,”Tanya Line antusias. Ibu-ibu dimana-mana sama aja, selaluuu….Ingin tahu. Keseringan nonton acara gossip kali ya..? Akupun ceritakan keadaanku saat ini tentang rumah-tanggaku secara singkat.

“Aku turut prihatin about rumah tanggamu Sam, hope kamu tetap semangat ya. Selalu optimis dalam segala hal, seperti Sam yang aku kenal dulu,” katanya member semangat.Haaah…!! Dia masih ingat sifatku.?

“’Makasih Line.. Kamu sendiri? kerja?,” tanyaku.

“Iya, aku kerja di sebuah yayasan kemanusiaan,kamu?, jawabnya balik bertanya.

“Aku lagi belajar jadi Director,” jawabku.

“Wah, hebat kamu Sam, mimpin perusahaan apa?,” wajahnya berbinar.

Laaaah, bukan direktur, tapi director yang aku maksud itu, sutradara, ha ha ha” jawabku tergelak. Akhirnya kami berdua tertawa geli karena salah paham soal sebutan director. Di dunia perfileman memang kami selalu menyebut sutradara dengan sebutan director.

Akhirnya kami berdua larut dalam suasana ceria. Larut dalam kenangan masa lalu. Seakan kembali ke masa pacaran di sekolah. Saling bertukar cerita akan isi hati yang dulu tidak sempat terucap. Saling mengungkapkan perasaan hati yang masih terpendam. Saling membuka rasa bersalah. Membuka semua apa yang belum terungkap akan perasaan masing-masing. Ternyata aku memang tetap menyimpan cinta itu. Memelihara cinta itu tetap tumbuh dalam hati. Menyimpan semua kenangan dalam hidupku selama ini.

“Line, tahukah kamu… Hampir 20 tahun lebih aku tidak pernah bisa melupakan kebersamaan kita dahulu. Setiap gerak-gerikmu yang selalu ceria di masa itu. Terekam jelas dalam ingatanku.Kusimpan foto-foto mungil yang pernah kau berikan kepadaku dulu. Kusimpan dan kusisipkan rapi dalam buku kecil yang setiap hari kubawa. Satu hal yang ingin aku tetap selalu mengenangmu adalah, nama anakku memakai namamu. Angeline. Ya, nama anakku Susie Angeline Kawilarang.,” sampai disini aku tidak sanggup lagi bercerita lebih jauh. Seakan-akan tersekat tenggorokanku. Terlebih aku melihat wajah Line menunduk. Entah apa artinya. Sedih? Kecewa? Atau bosan dengan ceritaku? Hanya dia yang tahu.

Kunyalakan sebatang rokok keretek filter. Kuhirup dalam-dalam. Kuhembuskan dengan segenap perasaanku. Asapnya bergumpal, melayang, terpecah lalu hilang entah kemana. Line memperhatikan aku menghisap rokok. Dia menatapku, ada senyum kecil di bibir mungilnya. Matanya masih tetap bening dan indah seperti yang dulu sering kulihat.

“Sam… Terima-kasih atas cintamu yang begitu dalam. Aku takjub dan hampir tidak percaya, bahwa ternyata di jaman seperti sekarang ini masih ada lelaki yang memendam dan memelihara cintanya begitu dalam. Bahkan kamu abadikan namaku menjadi nama anakmu, itu yang membuat aku yakin dan percaya akan kuatnya rasa cinta yang kamu simpan sekian lama….,” kalimatnya terhenti, sepintas kulihat bibirnya bergetar. Dia ambil air mineral di hadapannya, perlahan-lahan dia minum.

“Maafkan aku, Lin… Tapi cinta yang kusimpan itu telah aku khianati dengan menikahi wanita lain. Aku tidak tahu lelaki macam apakah aku ini? Mengawini seseorang, memiliki dua anak, tetapi cinta itu tetap ada di lubuk hati yg terdalam. Ketika anakku lahir, yang kulihat di wajah mungil itu adalah wajahmu. Inikah yang disebut dosa? Dan namamu pun tertera di akte kelahirannya. Susie Angeline Kawilarang,” kataku kemudian. Dia menatapku lagi, dan seperti biasa, aku tidak tahu apa arti tatapan itu.

“Sam… Semua telah terjadi. Semua telah berlalu dan semua telah berubah. Terima-kasih sekali lagi, ternyata masih ada yang tidak berubah, yaitu cinta kamu,” katanya makin lekat menatapku.

“Sama-sama Line… Bolehkah aku bertanya?,” kataku dengan hati berdebar-debar.

“Apa itu Sam?,” wajah Line sedikit tegang.

“Kamu masih mencintai aku?,” tanyaku. Dia tidak menjawab hanya memandangku dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Akupun pandangi matanya yang indah itu. Dan kamipun saling berpandangan. Wajahku dan wajahnya tanpa sadar saling mendekat dan semakin dekat hingga terpaan nafaspun terasa hangat diwajah.

“Di luar apa kita masuk ke lobby boss?,” sebuah suara mengagetkanku.

“Kita berenti disini apa masuk lobby boss??,” Tanya suara itu lagi lebih keras. Aku tergagap.

“Heh, uh,eeh… Masuk, masuk lobby aja pak,” jawabku sekenanya. Aku celingukan kekiri dan kekanan. Astagaaaaa!! Ternyata sepanjang perjalanan tadi aku tertidur dalam taksi.

Lalu…..? Mimpi itu…….??????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline