Bukan cuma srempetan itu yang membuat Ijah gemetar, bayangan ongkos perbaikan mobil Pak Robert juga membuatnya panik. Bisa-bisa uang tabungannya bakal terkuras untuk mengecat kembali mobil itu. Sementara Onah yang duduk di belakang kemudi ayahnya, masih merasai benturan keras di lengannya. Pay merasakan kekecewaan di hati anak dan istrinya. Maksud hati ingin bersenang-senang, yang didapat malah musibah di jalan. *** Minggu pagi yang cerah, tak kuasa membuat hati Ijah jadi bungah. Gemetar karena kejadian semalam memang telah hilang, tapi resah di hatinya tak bisa enyah. Apa boleh buat, pagi ini dia harus membobol ATM miliknya untuk memperbaiki mobil Pak Robert yang tersrempet. Pagi ini pun Ijah jadi malas jualan. Tubuhnya lemas seperti tak bertulang. Makanya dia memilih untuk tiduran saja. Yang paling terpukul adalah Onah, dia merasa, gara-gara keinginan dia untuk jalan-jalan dengan berkendara mobil, emak dan bapaknya jadi repot dan mengeluarkan biaya banyak. Pay segera tanggap terhadap situasi di dalam rumah, selekasnya dia berusaha mencairkan suasana dengan parikan, nyanyian dalam ludruk. Suaranya yang nyaring segera memenuhi seluruh ruang. "Esuk nyuling sore nyuling, Sing nyuling arek Suroboyo, Esuk eling sore yo eling, Sing dieling-eling ora rumongso." Lagu yang dinyanyikan Pay belum mendapat respon dari Onah dan Ijah. Padahal isinya menyindir anak dan istrinya, "pagi ingat, sore ya ingat, yang diingat-ingat kok tidak kerasa.." "Sawunggaling wayange kuno, Sing digawe kayune jati, Sanajan gak eling sambangono, Ojo gawe gelaning ati," Pay masih berusaha mencairkan suasana dengan parikan yang artinya, 'Sawunggaling wayang kuno, dibuat dari kayu jati. Meski nggak ingat tetap dihampiri, jangan bikin kecewa hati..' Mendadak dari dalam kamar, Onah berseru... "Ora.. ora... (nggak, nggak..)" Kali ini jurus parikan Pay masih manjur, itu tandanya kebekuan suasana di rumah itu bakal segera mencair. Ya, ya, selama ini parikan memang cukup manjur sebagai obat pelipur lara bagi keluarga itu. Maklumlah, suami istri itu memang memiliki akar budaya yang sama, yakni budaya kekerabatan yang biasanya tercermin di dalam parikan yang dibawakan di dalam kesenian ludruk. Itulah sebabnya, jika ada kebekuan di antara mereka, parikan adalah obat mujarab yang akan menghangatkan suasana. Parikan atau kidungan adalah salah satu bagian dalam kesenian tradisional ludruk. Di dalamnya, ada tiga jenis parikan saat bedayan (bagian awal permainan ludruk). Yaitu, lamba (parikan panjang yang berisi pesan), kecrehan (parikan pendek yang kadang-kadang berfungsi menggojlok orang) dan dangdutan (pantun yang bisa berisi kisah-kisah kocak). Dalam ludruk yang benar-benar murni, seorang seniman ludruk paling tidak harus bisa parikan selama dua jam tanpa putus. Selain itu, parikan tersebut harus bersifat kontemporer. Artinya, parikan harus sesuai dengan kondisi sosial yang ada. Jadi, parikan tidak boleh sesuatu yang monoton. Spontanitas menempati porsi terbesar dalam hal ini. Prosesnya selalu dimulai dengan parikan yang sudah dihafalkan. Baru setelah tiga hingga empat parikan karya-karya spontanitas dimunculkan. Pay merasakan kekecewaan di hati anak dan istrinya. Maksud hati ingin bersenang-senang, yang didapat malah musibah di jalan.
Seorang pemain ludruk yang hendak parikan biasanya mengamati kondisi masyarakat sekitar tempat pertunjukan agar bisa membawakan parikan yang mengena dan bisa diterima oleh para penontonnya. "Sewek parang klambine ijo, Pasang peniti ning duwur dodho, Tiwas nyawang gak dadi bojo, Aluwung mati gak opo-opo." Pay melontarkan kembali parikannya, yang artinya 'sobek parang bajunya hijau, memasang peniti di atas dada, sudah telanjur memandang nggak jadi istri, lebih baik mati.' "Wis kono mati ae, gak usah ajak-ajak," dari dalam kamar terdengar suara Ijah yang mempersialakan Pay mati sendiri. Hmmm, sebuah respon yang bagus, pikir Pay. "Beli senar gitar nada A, harganya seribu sebuah bila anda suka. Dari kamar terdengar suara, pertanda istriku sudah bisa diajak bicara," Pay berpantun dalam bahasa Indonesia. "Mau sehat makan buah, buah duku enak rasanya. Buat apa susah, susah itu tak ada gunanya," dari kamar lain Onah menyahuti. "Si Amang serumpun dengan beruk, gitar putih enak buat berlagu. Kita ini memang keturunan ludruk, biar sedih masih sempat melucu.." Pay menimpali. "Jiaaaahhh..." Onah keluar kamar, wajahnya sudah tak berduka lagi. Dia jumpai ayahnya dengan senyum, ia tarik emaknya dari kamar. Mereka bertiga bersatu di ruang tengah, berkumpul saling menguatkan hati, seraya mengusir duka karena persoalan semalam. Yang penting dan yang untung dari peristiwa semalam adalah karena mereka tetap selamat, tak teluka sedikit pun. Duit gampang dicari lagi, kalau nyawa nggak ada yang jual. "Yuk... kita siap-siap. Karena kita semalam pergi bertiga, maka pagi ini pun kita pergi bertiga juga ke bengkel untuk memperbaiki mobil Pak Robert," ajak Pay. "Yeahhh.. kita bertiga kompak senantiasa. Susah dan bahagia kita jalani bersama," seru Onah. "Kalo begitu, mari kita tertawa bersama-sama, hahahaha.." ujar Pay. "Baiklah, sementara kalian tertawa bersama, biar aku mandi duluan, ntar aku nyusul tertawanya sehabis mandi, hehehe..." ujar Ijah seraya mendahului Onah masuk kamar mandi. "Ih.... emak gitu deh, kan Onah duluan yang pingin mandi," rengek Onah. "Onah ketawa aja dulu bareng bapak..." *** Setengah jam kemudian, mereka bertiga telah bersiap-siap hendak keluar rumah untuk mencari bengkel guna memperbaiki mobil Pak Robert. Mobil sudah dipanasi mesinnya, tak lupa Ijah pun membawa bekal berupa lontong isi dan telor asin serta rempeyek, Maklumlah, buat berjaga-jaga jika di bengkel nanti memakan waktu lama. Sekali stater, mobil berbunyi. Setelah mereka berdoa, pelan-pelan mobil bergerak keluar rumah. Namun baru saja mobil keluar garasi, sebuah mobil mewah keluaran Eropa menghadang laju mereka. Hampir saja mobil yang dikenadarai Pay menabrak bagian samping mobil mewah itu. Hmm... ada apalagi ini? pikir Pay. Namun sebelum Pay lebih jauh bertanya-tanya, pengendara mobil merwah keluar. Ternyata si Gempal. "Nah lo, ketauan deh Pak, mobil Pak Robert rusak oleh kita," kata Onah. "Tenang aja, tenang." jawab Pay. "Selamat pagi, maaf,,, saya terlambat datang, semalam ada kerjaan mendadak," Gempal berkata sambil berjalan menghampiri Pay. Alangkah terkejutnya si gempal saat melihat ada goresan panjang di mobil yang dikendarai Pay. "Kenapa ini Pak Pay?" "Maaf, semalam ada orang yang menyrempet kami." "Wah, bapak kurang hati-hati." "Iya, rencananya kami akan ke bengkel untuk memperbaiki mobil ini." "Sebentar, saya telepon Pak Robert dulu." Pay sekeluarga masih di dalam mobil. Si Gempal nampak serius berbicara dengan sesorang melalui telepon selularnya. Tak lama kemudian, si Gempal mendekati Pay. "Bapak, ibu, dan neng Onah bisa keluar dulu dari mobil? Saya mau lihat kondisi mobil secara keseluruhan," ungkap Gempal. Pay sekeluarga pun menurut. Gempal mulai memeriksa bagian luar mobil keluaran Jepang itu. Setelah usai memeriksa bagian dalam, dia pun meminta kunci mobil dari Pay. "Tadi Pak Robert bilang, mobil ini biar saya bawa ke bengkel. Untuk sementara, mobil yang saya bawa akan saya tinggal di sini. Besok bapak diminta menghadap Pak Robert di kantor." "Lalu urusan perbaikan mobil gimana?" tanya Pay. "Biar itu menjadi urusan saya, Pak. Bapak sekeluarga tenang saja. Silakan mobil yang saya bawa dipakai aja buat jalan-jalan sekeluarga," jawab Si Gempal. "Wah, jadi gak enak kami sama Pak Robert." Pay salah tingkah. "Gak papa Pak Pay, tenang aja." "Pak Robert baik amat ya Pak," bisik Ijah. "Mari Pak, bu, Neng... saya pamitan, mumpung masih pagi, mau perbaiki mobil ini," Si Gempal pamitan. "Mari..." mereka bertiga kompak menjawab. Mereka bertiga saling pandang, sebelum akhirnya Pay bersuara. "Ayo... siapa suka ikut saya, berkeliling kota naik mobil keluaran Eropa..." "Saya ikut..." ujar Onah sambil masuk ke dalam mobil. "Saya juga..." Ijah menyahut. Ketika mereka bertiga masuk, mereka segera disambut oleh kenyamanan mobil mewah gaya Eropa yang baru saja diterima dari si Gempal. Sejuk, kursi empuk, audio yang jernih, dan tentu saja suara mesin yang halus. "Mau ke mana kita?" Pay bertanya. "Ke mana saja bapak suka membawa kami..." jawab Onah ceria. "Keliling kota..." Ijah angkat suara. "Tak selamanya mendung kelabu, semalam sedih, pagi ini kita ceria, let's go..." Pay tak kalah cerianya. Brmm... brmmm.... tet tet... keluarga Pay pun melaju di atas mobil mewah, melibas jalanan ibukota. Peristiwa yang menyusahkan semalam, diganti pagi ini. Mereka riang gembira.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI