Oleh: Joan Tahta Setia
Sudah lebih dari satu tahun kita mengurung diri di rumah masing-masing untuk bertahan hidup. Tahun 2020 yang awalnya kita kira akan menjadi tahun kejayaan justru menjadi tahun yang mengenaskan. Selama kurang lebih satu tahun ini pula kita merenungkan keadaan dunia yang sepertinya semakin lama semakin memburuk. Hikmah yang kita pelajari juga rasanya tidak sebanding dengan kerugian yang dialami.
Dari rasa kecewa kita ini timbul lah rasa egois, keinginan untuk keluar dari rumah dan berlibur ke tempat lain. Semestinya kita semua di sini tahu bahwasannya tetap berada di rumah dan menghindari keramaian adalah suatu tindakan heroik di masa kelam ini. Keegoisan ini membuat kita lupa akan makna hidup bermasyarakat. COVID-19 sendiri sudah memakan banyak korban, ditambah dengan keegoisan tentu saja akan letal lagi.
Dalam situasi seperti ini, saya merasa tersentuh dan belajar banyak setelah membaca kisah hidup Dr. Rastelli.
Bernama lengkap Giancarlo Rastelli, beliau adalah seorang ahli bedah jantung Katolik asal Italia. Dr. Rastelli menciptakan prosedur bedah jantung Rastelli, sebuah prosedur bedah untuk kelainan jantung bawaan pada anak-anak. Dr. Rastelli lahir pada 25 Juni 1933 di Pescara, Italia dan meninggal akibat penyakit Hodgkin pada 2 Februari 1970 saat hanya berusia 36 tahun.
Beliau dikenal kolega-koleganya sebagai pribadi yang cerdas lantaran menemukan prosedur bedahnya hanya setelah empat tahun meneliti. Penemuannya membantu menyelamatkan nyawa ribuan anak yang mengalami kelainan jantung. Sosoknya sekarang sedang dalam proses beatifikasi oleh Gereja Katolik.
Setelah mendapat diagnosis penyakit kritisnya Dr. Rastelli, yang juga berjuang melawan penyakitnya, tetap bersemangat melaksanakan penelitiannya demi membantu pasien-pasiennya. Beliau dikenal sebagi sosok dokter yang dermawan, beberapa kali beliau membiayai biaya berobat pasiennya yang tidak mampu dan datang jauh dari Italia untuk berobat padanya. Dr. Rastelli pernah berkata pada istrinya yang sedih dan bingung karena diagnosis penyakitnya yang serius, "Percaya pada Tuhan dan Mayo (merujuk pada Mayo Clinic),".
"Saya selalu berpikir bahwa amal pertama yang harus dimiliki orang sakit dari dokter adalah amal sains. Ini adalah amal untuk disembuhkan seiring berjalannya waktu. Tanpa ini tidak ada gunanya membicarakan tentang amal lainnya. Tanpa ini dia (baca =dokter) hanya dipenuhi paternalisme dan pietisme,"
(Dalam buku biografi karya adiknya Rosangela Rastelli Zavattaro, berjudul Giancarlo Rastelli. Un cardiochirurgo con la passione dell'uomo)
Setelah membaca kutipan itu, saya teringat dan terharu untuk yang kesekian kalinya dengan perjuangan para tenaga kesehatan selama pandemi. Para tenaga kesehatan secara khusus yang mengorbankan banyak hak dan kewajiban sosial mereka lainnya seperti menjadi anggota keluarga dan masyarakat selama pandemi seperti ini. Ditambah pula mereka membahayakan diri dan orang-orang terdekat mereka untuk membantu kita, masyarakat. Dengan segala kerja keras tenaga kesehatan terkhusus pada masa ini, rasanya cukup ironis menyaksikan timbal balik yang mereka dapatkan dari masyarakat. Fenomena masyarakat yang ngeyel perihal protokol kesehatan masih banyak.