Lihat ke Halaman Asli

Kisah Si Bungkus Kacang

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12900701401011679022

[caption id="attachment_75828" align="alignnone" width="1600" caption="... Kisah Si Bungkus Kacang ..."][/caption] Hari itu tepat pukul tujuh pagi saya kembali lagi bergulat dengan aktifitas sehari - hari , yang selalu saya awali dengan rutinitas pagi berpacu bersama padatnya kota jakarta di atas bus kota . Setelah berjuang mengejar laju bus kota yang hampir meninggalkan saya , akhirnya saya berhasil mendapati bus kota kesayangan saya yang akan menghantar saya ke daerah Komdak . Dengan penuh rasa lelah saya coba rebahkan kepala di atas bantalan bangku tempat saya duduk. Suasana bus kota yang saya tumpangi saat itu cukup ramai bukan hanya supir , kernet dan penumpang yang terlihat di dalam bus tersebut, namun juga beberapa penjual asongan yang mencoba menawarkan barang dagangannya. Rasa kantuk mulai merajai saya , perlahan mata saya mulai tertutup , seolah sangat kompak dengan suasana jalanan yang terlihat sangat padat dan menyita waktu.  Dengan mata tertutup sejenak  saya bayangkan , suatu hari nanti suasana kota Jakarta , akan lenggang dan lancar, huff walaupun mungkin itu masih mimpi saya semata. Ketika saya mulai menikmati fase terlelap saya, tiba -tiba sayup - sayup suara seorang anak laki - laki terdengar lantang di kuping saya, hingga akhirnya membangunkan saya dari tidur saya yang baru dimulai.Saya mulai membuka mata, mencari - cari sumber suara tersebut. Ternyata, seorang bocah kecil yang saat itu berpenampilan sangat polos sesuai usianya yang saya perkirakan sekitar 7 tahun. Lengkap dengan baju kaosnya, celena pendek, serta sendal jepit yang sangat sederhana. Saya mulai tertarik untuk memperhatikan apa yang dilakukan bocah ini yang sosoknya terkadang tertutup tubuh kernet bus yang mulai menagih ongkos jalan. Dengan penuh senyum dan suara yang lantang dia mulai meyuarakan suara yang tadi sudah membangunkan saya : "Silahkan bu, silahkan pak ...". Akhirnya, sebuah plastik besar berwarna putih bening yang tertutup badan kernet bus pun tersumbul keluar, melebihi besarnya badan si bocah tersebut. Berisi penuh barang dagangan yang sedari tadi ditawarkannya kepada para penumpang. Ketika mata saya mulai jernih memandang sekitar, si bocah itu menghampiri bangku saya duduk dan memberikan dua bungkus makanan kecil yang tediri dari kacang dan permen jahe. Saat itu dalam keadaan masih sedikit ngantuk, saya mememandangi tangan kecil yang meletakkan bungnkus makanan - makanan tersebut ke pangkuan saya, dan ketika saya angkat kepala saya yang tertunduk, mata saya beradu dengan tatapan polos bocah tersebut, senyum manispun tersungging dari bibirnya yang kecil, dengan suara lantang diapun mengucapkan manteranya : "silahkan kak ...". Sangat simple namun terlalu menyita perhatian dan rasa terkagum saya dengan bocah tersebut. Tak tunggu lama lagi, seketika saya jatuh hati dengan suasana ajaib tersebut. Saya lihat jam di tangan saya, saat itu masih pukul setengah sembilan pagi. Waktu yang terlalu pagi untuk seorang bocah berkeliaran di tengah jalan, bahkan di atas sebuah kendaraan umum tanpa bimbingan orang tuanya. Yang lebih aneh lagi, bukankah itu waktu yang sangat pas untuk seorang anak kecil seusia dia bersekolah ??? Miris dan sangat memprihatinkan, suasana magic yang membuat saya jatuh hati karena tatapan dan senyuman polos si bocahpun mendadak sirna, berganti rasa sedih yang mengatas namakan kata "masa depan"!!! Bagaimana nasib bocah Indonesia yang terus merosot kesejahteraan dan pemerataan pendidikannya. Sementara terlalu banyak kasus dan peristiwa yang mendapatkan perhatian dari pemerintah, seperti bantuan kepada negara asing di luar sana untuik membangun sebuah rumah sakit sebagai bukti BESARNYA RASA PERHATIAN pemerintah ini akan nasib sesama manusia. Namun, potret nyata kehidupan bangsa sendiri hanya bisa difigura menjadi sebuah tontonan menarik, betapa malangnya negri ini . Yang lebih menyakitkan lagi, saya kembali diingatkan apa yang sudah saya lakukan ??? Belum ada, saya hanya bisa merasakan tanpa melakukan apapun. Saat itu yang saya rasakan, ternyata saya lebih malang dari anak tersebut. Ketika pikiran saya melayang, tangan kecil itu kembali menyapa lamunan saya, dan saya langsung memberikan uang Rp 200o dan sebungkus permen jahe. Saya memilih  sebungkus kacang, yang berharga  Rp 1000 satu bungkusnya. Bocah tersebutpun menjadi bingung, dari bibir mungilnya dia berkata : " ini kelebihan kak ..." seraya mengembalikan uang Rp 1000 kepada saya. Namun saya hanya tersenyum, dan berkata : " Ga apa - apa , itu buat kamu ... terima kasih ya ...", senyum manis kembali terbentuk di raut wajahnya yang polos, dan sebelum dia berlalu dia kembali menyapa saya dengan kalimat pendek : " terima kasih ya kak ..." dengan senyum manisnya yang membekas di hati saya . Setelah ia berlalu, di dalam hati saya hanya bisa berkata, seribu rrupiah tak akan pernah bisa mengganti pengalaman yang hari ini Tuhan berikan untuk saya. Kepolosan bocah tersebut, ternyata disertai kejujuran yang sangat tinggi. Tak tahu apa yang ada di benaknya, saat dia muali bangun pagi kembali berkutat dengan plastik dagangannya dan bungkusan makanan - makanan tadi. Tak tahu apa yang ada dalam benaknya saat dia melihat sebuah sekolah, buku , dan anak - anak lain yang berlari di pekarangan sekolah. Walaupun seharusnya di usia dia yang masih kecil itu, bangku sekolah adalah tempat terbaik untuknya bersandar, daripada lantai bus dan terminal yang setiap hari dia lalui untuk berdagang. Mungkin tulisan ini tak akan mampu merangkaikan betapa banyak anak Idonesia yang mengalami nasib miris untuk pendidikan dan masa depannya. Namun, paling tidak ketika mata, hati dan benak saya mulai memotret gambar nyata kehidupan ini, dan menuangkannya dalam sebuah tulisan, saya punya catatan ada sebuah kisah yang harus diperjuangkan bukan hanya melalui  Rp 1000 rupiah tadi, tapi juga melalui tindakan yang lebih besar. Kalau saya boleh bertanya , sampai kapan  kisah -kisah si bungkus kacang ini akan tetap bergulir dengan lancar di depan mata kita dan pemerintah tanpa adanya suatu perbaikan ...??? Note :  "Terima Kasih Untuk Bocah Si Bungkus Kacang ..." - Aya 18/11/2010-




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline