Pada 28 November 2022 lalu, episode ke-3 acara "Idiom Klasik dari Xi Jinping" telah diputar di TVRI. Acara yang merupakan hasil kerja sama TVRI dan China Media Group (CMG) dalam rangka menyambut KTT G20 Bali tersebut membahas mengenai tradisi orang Tiongkok kuno yang mementingkan pertukaran antar kebudayaan dan peradaban dengan narasumber pemerhati budaya Tiongkok, Nancy Widjaja, dan pemerhati sejarah Tionghoa, Azmi Abubakar.
Narasumber membahas beberapa idiom klasik yang pernah dikutip dalam Pidato Presiden Xi Jinping untuk memperlihatkan kedekatan antar Negara.
Salah satu idiom klasik yang sering disampaikan oleh Xi di berbagai acara internasional yang diselenggarakan di Tiongkok "Bukankah itu sesuatu yang menggembirakan ketika ada kawan-kawan datang dari jauh". Menurut Nancy dan Azmi, idiom ini mempunyai makna yang sangat dalam sebagaimana dalam kebudayaan Tiongkok mereka akan menyambut, menjamu, dan menganggap tamu yang datang dari jauh tersebut sebagai saudara. Sedangkan Azmi berpendapat bahwa ini tidak hanya seperti teman yang datang dari jauh, melainkan seperti menunggu saudara yang sudah lama tidak kembali.
Sebagai salah satu pemimpin dunia, Presiden Xi juga sangat mementingkan pembelajaran di peradaban yang berbeda. Presiden Xi pernah mengatakan bahwa kita harus mengakui dan menghormati prestasi peradaban dan bangsa sendiri. Tetapi tidak berarti menjalankan pembangunan tertutup dan bersikap sombong. Dalam kutipannya yang beliau ambil di kitab suci Li Ji "saling belajar dengan teman akan menambah pengetahuan luas, sedangkan belajar sendiri pengetahuan yang didapat lebih sedikit". Nancy mengatakan bahwa ia setuju dengan apa yang diucapkan oleh Presiden Xi. Karena menurutnya dalam belajar akan lebih baik dan menyenangkan jika ada teman. Azmi yang menyetujui pendapat Nancy juga menambahkan bahwa ketika memilih teman belajar juga harus memilih teman yang tepat, seperti memilih teman yang berpandangan adil, bermoral, dan melakukan kerja sama yang saling menguntungkan sebagaimana yang terjadi pada Tiongkok dan Indonesia.
Dengan menganut idiom ini, Tiongkok dapat menjadi lebih maju dalam bidang teknologi dan ekonomi serta menjadi alasan juga mengapa mereka lebih mudah dalam men-transfer budayanya karena keinginan mereka untuk berbagi dan saling memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Hal ini dicerminkan dari bagaimana Tiongkok berjanji akan terbuka soal teknologi yang memugkinkan adanya transfer ilmu kepada tenaga kerja di Indonesia. Bukankah ini persahabatan yang mulia ucap Azmi.
Kerja sama Indonesia dan Tiongkok yang telah dimulai pada 1950 membuat hubungan kedua Negara ini berada pada titik tertinggi sepanjang masa. Meskipun begitu, saya berharap Indonesia tetap dapat berhati-hati dan waspada dalam menjalin kerja samanya dengan Tiongkok karena potensi akan dampak negatif yang mungkin akan muncul nantinya. Seperti misalnya jika Taiwan dan Tiongkok berperang maka hal ini dapat berdampak pada sector elektronik dan otomotif Indonesia dan Negara-negara lain. Kemudian, dengan bertambahnya ketergantungan Indonesia pada Tiongkok mungkin nantinya akan membuat kita semakin takut dan tidak dapat bersikap tegas kepada Tiongkok karena terlalu berhati-hati agar tidak menyinggung "perasaan" Tiongkok,
Sebagaimanapun baiknya hubungan Indonesia-Tiongkok, hal ini tidak lepas dari hubungan politik yang tidak hanya didasari dengan "teman baik" maupun "saudara". Melainkan karena memiliki kepentingan dan ketertarikan pada masing-masing sumber daya yang ada pada Negara. Meskipun begitu, menjaga hubungan dengan Tiongkok tetap harus menjunjung sikap bebas aktif tanpa keberpihakan pada siapa pun tanpa terperangkap dalam ambivalensi dan tetap menjadi negara bersahabat yang tidak tenggelam dengan keadaan dunia yang semakin kompetitif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H