Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah (permendikbud nomor 75 tahun 2016) telah diterbitkan. Dalam peraturan ini, komite sekolah diartikan sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, dan komunitas sekolah yang peduli pendidikan. Fungsi komite sekolah adalah untuk meningkatan mutu pelayanan pendidikan.
Pelayanan pendidikan bermutu perlu dukungan komite sekolah bermutu. Dalam tulisan ini, komite sekolah dikatakan bermutu jika dipilih dan melaksanakan fungsinya sesuai dengan permendikbud nomor 75 tahun 2016. Banyak faktor yang mempengaruhi terwujudnya komite sekolah bermutu. Tulisan ini hanya membahas peran kepala sekolah dalam mewujudkan komite sekolah bermutu di Sekolah Dasar. Peran kepala sekolah dimaksud, yang tercantum dengan permendikbud nomor 75 tahun 2016.
Sebelum diterapkannya permendikbud nomor 75 tahun 2016, komite sekolah dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Banyak permasalahan terkait fungsi komite sekolah. Masih adanya unsur guru sebagai anggota komite sekolah memungkinkan terjadinya conflict of interestdari guru, tenaga kependidikan, penyelenggara sekolah, dan stakeholderlainnya. Peraturan ini juga belum mencantumkan nomenklatur yang tegas membedakan antara pungutan, sumbangan, dan bantuan. Hal ini membuka celah adanya pungutan berbalut sumbangan atau bantuan.
Pemerintah menangani permasalahan pungutan liar (pungli) dengan serius. Bukti keseriusan adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Sektor pendidikan menduduki peringkat dua dari tujuh sektor pelayanan publik yang rawan pungli (data Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri). Kegiatan pungli di sekolah tentu memberatkan masyarakat kurang mampu.
Mencermati isi permendikbud nomor 75 tahun 2016, kita akan berfikir, "ini adalah angin segar untuk mewujudkan komite sekolah bermutu!". Hal ini ada benarnya mengingat isi peraturan ini merupakan revitalisasi komite sekolah. Beberapa poin penting dalam peraturan menteri ini yang merupakan revitalisasi komite sekolah adalah: (1) komite sekolah berperan sebagai check and balancespenyelenggaraan sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan; (2) mekanisme rekrutmen dan keanggotaan komite sekolah berubah sehingga mengurangi kemungkinan adanya conflict of interestdari dewan guru dan staf, penyelenggara sekolah, serta stakeholder lainnya; (3) mekanisme akuntabilitas tentang ketersediaan dan penggunaan anggaran di sekolah yang dapat diketahui oleh seluruh stakeholders sekolah; (4) nomenklatur yang secara jelas membedakan pengertian: pungutan, sumbangan, dan bantuan; (5) kedudukan, fungsi, tugas komite sekolah semakin jelas.
Angin segar dapat menjadi hanya angin lalu jika kita tidak mampu menangkap dan memanfaatkannya. Oksigen sumber kesehatan dan kekuatan tidak kita dapatkan, karena banyak celah yang dapat membuat angin segar itu berkurang bahkan hilang. Walaupun peraturan baik dan jelas, jika pelaksanaanya banyak penyimpangan, peraturan hanya menjadi dokumen pelengkap administrasi belaka.
Banyak pihak yang terlibat dalam melaksanakan permendikbud nomor 75 tahun 2016. Sebagai gambaran, alur pelaksanaan peraturan menteri ini dari tingkat kabupaten/kota adalah: (1) dinas pendidikan kabupaten/kota mensosialisasikan kepada kepala dinas pendidikan kecamatan dan pengawas sekolah; (2) pengawas sekolah mensosialisasikan kepada kepala sekolah; (3) kepala sekolah mensosialisasikan kepada orangtua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, komunitas sekolah yang peduli pendidikan, dan warga sekolah; (4) pemilihan komite sekolah; 4) komite sekolah melaksanakan tugas. Jika ada pihak tersebut di atas yang tidak melaksanakan fungsi dengan baik, dimungkinkan komite sekolah bermutu tidak akan terwujud.
Salah satu kondisi yang memprihatinkan adalah rendahnya partisipasi masyarakat terhadap proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan sekolah. Ketika diadakan rapat pleno wali murid, peserta hadir didominasi kaum perempuan dan orang tua usia lanjut. Berdasarkan hasil penelitian Balitbang Kemendiknas RI (dalam Zulkifli. 2015) tingkat partisipasi orang tua peserta didik dan masyarakat dalam hal dukungan pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah masih rendah.
Partisipasi dalam hal: penentuan kebijakan program dan pengawasannya, pengembangan iklim sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan pertemuan rutin dengan rata-rata partisipasi 57,10%. Partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik justru tinggi dalam hal: mengawasi mutu sekolah, rapat orang tua peserta didik, pembayaran dan bentuk iuran sekolah per-bulan serta pembayaran uang untuk kepentingan peserta didik baru.
Partisipasi rendah juga terjadi pada komite sekolah. Komite sekolah diharapkan memberikan kontribusi demi kemajuan sekolah, namun secara umum belum memberikan hal yang diharapkan. Komite sekolah terkesan hanya sebagai lambang pelengkap struktur organisasi, menyerahkan penyusunan kebijakan pada kepala sekolah dan menandatangani dokumen jika sudah jadi, menandatangani RAPBS dan RKAS tanpa melihat isinya..
Rendahnya partisipasi orang tua peserta didik, masyarakat, dan komite sekolah adalah realita. Antara cita dan realita terjadi ketimpangan. Sinergitas antara komite sekolah dan kepala sekolah sangat diperlukan demi terwujudnya sekolah bermutu. Menghadapi permasalahan ini, harus ada pihak yang berjuang mewujudkan komite sekolah sebagai lembaga mandiri yang bermutu. Mencermati uraian di atas, kepala sekolah merupakan salah satu pihak yang memiliki posisi strategis mewujudkan impian ini.