Lihat ke Halaman Asli

Haruskah Jokowi Dimakzulkan?

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14236581591070989507

foto : tempo.co

Ketika Dahlan Iskan bicara bahwa untuk jabatan Presiden takdirlah yang berkuasa banyak yang setuju mengamininya. Saat Dahlan kemudian menjatuhkan pilihan pada Jokowi-JK banyak yang mengernyitkan kening, sebagian malah menggelengkan kepala menolaknya.

Siapa yang jadi Presiden tentu tak lepas dari takdir Tuhan. Tapi menjatuhkan pilihan untuk memilih siapa Presiden terbaik, Tuhan jelas telah memberi manusia kebebasan dengan akal sehatnya.

Dengan akal dan panca indera itu kita bisa berpikir dan mengamati. Dari rekam jejak Jokowi selama ini, dari apa yang kita lihat di media dan kenyataan yang sebenarnya, benarkah Jokowi memang pantas untuk memimpin negeri ini.

Bahwa Jokowi punya niat baik iya. Tapi kalau sekedar niat baik bukankah setiap orang rasa rasanya juga memilikinya. Bila niat baik saja tidak punya itu sama dengan penjahat  namanya. Jokowi tentu bukan penjahat negara tapi apa yang sudah ia pertontonkan selama ini bisa menjadikan negara ini bahkan menjadi bangkrut dan bubar selamanya.

Terlalu banyak janji yang diingkari. Terlalu banyak intervensi. Bahkan politik balas budi itu kentara sekali. Kalau seperti itu terus kapan Presiden bisa mandiri. Bukankah tidak salah bila publik menjulukinya sebagai Presiden boneka.

Buat apa membentuk tim 9 soal Polri – KPK bila kemudian ditinggal pergi ke Malaysia hanya untuk menjadi pecundang. Bagaimana mungkin seorang Presiden RI bisa digiring seenaknya untuk menyelamatkan industri mobil Malaysia yang sedang sekarat.

Dahlan Iskan jelas jujur saat mengatakan bahwa dia sendiri tidak tahu apakah pilihan politiknya mendukung Jokowi – JK itu benar atau salah. Kini publik pun rasanya juga tidak perlu membuktikan kepada Dahlan mengenai kebenaran hasil ijtihad politiknya tersebut. New hope terbaru Dahlan soal kemandirian anak bangsa jelas menyindir kebijakan Jokowi soal mobil nasional yang salah kaprah itu.

Ini baru permulaan saja, bila Jokowi tetap jadi Presiden kelak mata kita mungkin akan makin terbelalak dengan berbagai kebijakan yang bahkan sudah tidak bisa dinalar lagi oleh logika.

Membatalkan seorang tersangka jadi pejabat negara bukankah tidak perlu logika yang hebat hebat amat. Tinggal berani apa tidak, itu saja. Kalau soal segamblang itu Presiden susah memutuskan bagaimana dengan persoalan lainnya yang lebih rumit pemecahannya.

Sebagai Presiden, Jokowi bukannya tanpa prestasi sama sekali. Ketegasannya menolak grasi terpidan mati narkoba dan kejeliannya menemukan menteri seperti Puji Astuti tentu layak diapresiasi. Tapi ibarat nilai, score masih banyak minusnya. Jokowi harus mulai berubah bila ia tidak mau dimakzulkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline