Lihat ke Halaman Asli

JLS and Partners

Kantor Hukum

Pidana Tidaklah Berlaku Mundur

Diperbarui: 26 April 2022   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desain Pribadi

Terdapat adagium dalam hukum yang mengatakan, "nullum crimen nulla poena sine lege praviae," atau tiada hukuman yang dapat dijatuhkan kepada kejahatan bila tidak ada aturan yang mendahului dan mendasari hukuman itu. Hal ini menjadi dasar berpikir dalam hukum pidana dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan. Semua hukum pidana yang ada di dunia sekarang mengikuti aturan dari adagium itu. Mahkamah Agung Kanada mengatakan,

"The rationale underlying this principle is clear. It is essential in a free and democratic society that citizens are able, as far as is possible, to foresee the consequences of their conduct in order that persons be given fair notice of what to avoid, and that the discretion of those entrusted with law enforcement is limited by clear and explicit legislative standards." (R. v. McDonnell, [1997] 1 S.C.R. 948)

Di Indonesia sendiri, konsep adagium ini sudah ada sejak abad ke-18, disaat hukum Belanda mulai masuk ke Indonesia. Pasal 2 dari Algemene Bepalingen van Wetgeving pada tanggal 30 April 1847 (Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan),

"De wet verbindt allen voor het toekomende en heeft geen terugwerkende kracht." (undang-undang hanya mengikat untuk masa depan dan tidak berlaku surut)

Adagium ini tidak hanya terdapat dalam Latin, tetapi dalam hukum Islam pun ada, misalnya dalam Surat Al Isra: 15 dan Al Anfal: 38.

Surat Al Isra: 15, "Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.

Surat Al Anfal: 38, "Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya), 'Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi) sungguh, berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan).'"

Dalam hukum pidana Indonesia, adagium ini terdapat dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu

"(1)    Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

(2)    Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline