Lihat ke Halaman Asli

Joko Martono

TERVERIFIKASI

penulis lepas

Globalisasi: Memacu Produktivitas, Jangan Lupakan "Dignity"

Diperbarui: 9 Januari 2018   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan semakin mengglobal seperti sekarang, ditandai berlangsungnya era pasar bebas (baca: liberalisasi) dengan segala perangkat teknologi yang menyertai -- semuanya cenderung mengarah pada aktivitas ekonomi dan bisnis.

Era global yang juga ditandai kehadiran teknologi terkini, ternyata berpengaruh pada cara manusia melakukan aktivitas. Kesadaran penggunaan teknologi di bidang informasi, komunikasi dan transportasi telah mengubah pola hidup, pola pikir dan cara pandang manusia dalam menggeluti kegiatannya.

Atau dalam kata lain, globalisasi (kesejagadan) mau tidak mau, suka atau tidak suka, serta merta telah mengubah kebiasaan manusia di muka bumi. Dalam arti luas manusia "dipaksa" untuk beradaptasi, mengubah paradigma dalam menapak hidup dan kehidupan untuk memenuhi kesejahteraannya. Jika tidak, bisa-bisa kita nanti "digilas" zaman.

Om Triyana, tetangga sebelah penulis pagi-pagi sudah terlihat sibuk dengan membaca pesan yang masuk di androidnya, ia harus segera menjemput dan mengantar pelanggan ke tempat kerja. Bang Amir si pengusaha gigih dan tekun bergegas melakukan COD (cash on delivery) setelah barang yang ditawarkan via online diminati seorang buyer.

Lain halnya Pak Anto terlihat serius setiap hari memelototi layar smartphone untuk cek keluar masuk uang di rekening cukup sambil duduk santai di ruang kerjanya. Demikian Bu Sari berkunjung ke supermarket memilih gaun kesukaan dengan hanya membayar atau menggesekkan kartu non-tunainya.

Si Andre, mahasiswa generasi milenial punya kebiasaan tersendiri, ia lebih cerdas memilih investasi yang cocok dengan kehidupannya yaitu dalam bentuk pulsa. Sebagian besar uang hariannya diwujudkan dalam nominal pulsa disusul ia mendaftarkan diri ke Google Play Carrier Biliing untuk setiap melakukan transaksi.

Secuplik gambaran tersebut menunjukkan di zaman sekarang (katanya: zaman now), manusia tidak perlu repot membuang energi, waktu, tenaga untuk beraktivitas, bertransaksi sehari-hari. Tidak terkecuali gaya hidup, digitalisasi dan dunia online terbukti telah membantu, cukup simpel dengan e-money dan tersedianya sistem digital termasuk fasilitas e-commerce atau sejenisnya

Beruntung bagi mereka yang secara praksis telah memahami, menyikapi betapa kehadiran dan atau penggunaan teknologi di bidang informasi, komunikasi dan transportasi telah banyak membantu kehidupan manusia. Paling tidak telah memacu produktivitas dan muaranya kesejahteraan semakin tumbuh. Konektivitas terus berkembang, transaksi (ekonomi) meningkat, kolaborasi terbangun sehingga dinamika kehidupan lebih maju dibanding sebelumnya.

Hanya saja perlu dicatat bahwa globalisasi beserta teknologi terkininya dan seperangkat nilai yang menyertai bukan berarti kehidupan hanya berfokus pada pertimbangan untung-rugi secara ekonomi. Sebab itu dampaknya perlu juga dipikirkan, teknologipun mempunyai sisi kelemahan (yang perlu diantisipasi). Jangan hanya atas nama globalisasi dan penggunaan teknologi modern seiring era pasar bebasnya -- lantas manusia menghalalkan segala langkah hanya untuk memeroleh keuntungan semata.

Dalam lingkup nasional, kemajuan bangsa (Indonesia) sesungguhnya tidak hanya ditujukan pada sisi perekonomian melulu, akan tetapi multidimensional. Globalisasi memang turut memberi nilai lebih, memacu produktivitas, namun jangan meninggalkan apa yang disebut "dignity" atau martabat sebagai bangsa yang memiliki karakter membumi, berjati diri.

Ini sangat beralasan, karena seperti disebut di atas bahwa globalisasi dengan seperangkat nilai yang dibawanya masuk ke berbagai negara -- harus dibarengi kesiapan penguasaan (bukan hanya penggunaan) teknologi dan sumberdaya manusia memadai. Sebagai user mungkin kita boleh dibilang siap, infrastruktur cukup tersedia. Namun pada tataran suprastruktur perlu sikap cermat dan kritis, jangan sampai kita sebagai bangsa berdaulat menuju kemandirian selalu didekte dan kehilangan "dignity" atau martabat/harga diri, hanya menjadi obyek bangsa lain semata untuk bulan-bulanan di era kekinian dan keakanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline