Lihat ke Halaman Asli

Joko Martono

TERVERIFIKASI

penulis lepas

Gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso di Jawa Tengah

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1344050797851695121

Di bawah kepemimpinan Gubernur Bibit Waluyo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) terus berkiprah untuk mengembangkan wilayahnya. Salah satu program atau tepatnya sebuah ajakan membangun telah dirintis sejak tahun 2008 yaitu dikenal dengan sebutan gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso. Gerakan yang difokuskan atau berpihak kepada kepentingan desa ini didasarkan pemikiran bahwa pemberdayaan masyarakat desa masih perlu ditumbuhkan.

Gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso, intinya mengajarkan: kepada yang sudah pandai menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, jangan segan memberikan ilmunya kepada saudara kita di desa, agar bisa pandai dan berdaya dalam mendayagunakan sumber daya yang ada di desa, sehingga pembangunan di desa menjadi maju dan masyarakatnya sejahtera. Demikian pula bagi yang sudah kaya dan berkelebihan harta, jangan segan membantu hibah dana, modal usaha, dan pendampingan usaha, agar perekonomian masyarakat desa semakin tumbuh.(http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=27482&mid=beritautam)

[caption id="attachment_204519" align="aligncenter" width="300" caption="peta provinsi Jawa Tengah (jm)"][/caption] Sepintas paparan di atas, menunjukkan bahwa gerakan tersebut dapat diartikan sebagai upaya mengajak seluruh komponen masyarakat, khususnya warga Jateng yang sudah sukses meraih ilmu pengetahuan dan teknologi maupun yang sudah sukses di bidang ekonomi atau bisnis > untuk perduli terhadap kondisi desa di Jateng. Ini logis, mengingat 65% dari 32,38 juta jiwa penduduk Jateng berdomisili di perdesaan. Atas dasar fakta pula, masih ditemui kehidupan rakyat desa, terutama di pelosok-pelosok yang belum banyak tersentuh pembangunan, kondisinya memperihatinkan sehingga perlu diberdayakan agar kehidupannya menjadi lebih baik.

Gerakan moral pemberdayaan desa

Dari sisi moral, gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso memang layak dikumandangkan sekaligus mengingatkan bahwa desa (dengan segala kondisi yang serba sederhana) janganlah dilupakan. Tentu saja ini bersesuaian dengan falsafah hidup yang saling membantu, bergotong-royong, mereka yang kuat membantu yang lemah, bahkan secara lebih luas tercakup dalam makna “persatuan dan kesatuan” dan bisa berlaku di seluruh penjuru wilayah NKRI. Melalui gerakan ini juga diharapkan dapat melengkapi program formal serupa yang sudah menjadi rencana pembangunan di setiap daerah.

Bali Ndeso Mbangun Ndeso sesungguhnya seiring dengan apa yang disebut pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Bertujuan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin masyarakat desa yaitu > melalui proses perubahan terencana secara bertahap serta berkesinambungan dan pada gilirannya terbangun masyarakat modern, yang tidak melepaskan kearifan lokal sehingga warga desa menjadi dinamis berkembang seiring zaman.

Transfer of knowledge dan pendanaan sebagai penunjang pemberdayaan masyarakat desa sebagaimana dalam gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso ini menjadi penting dan patut diapresiasi segenap unsur terkait. Kontribusi nyata dalam kegiatan lintas sektoral mulai dari pihak pemerintah kabupaten, pemerintah kecamatan, hingga pemerintah desa > sebagai motivator dan fasilitator pembangunan desa perlu ditingkatkan. Namun mengingat keterbatasan yang dimiliki institusi formal tersebut, maka perlu dibangun relasi dengan para stakeholder melalui suatu pendekatan saling menguntungkan.

Sejalan dengan itu, jika gerakan ini ingin mencapai sukses, pranata sosial juga harus dipersiapkan. Aspek sumberdaya manusia menjadi hal yang tak dapat ditinggalkan, baik SDM masyarakat desa yang menjadi sasaran maupun SDM penggerak di level pimpinan formal/non-formal di daerah. Sebab, betapa pun inovasi yang ditandai seperangkat infrasruktur merambah wilayah desa > bilamana tidak dibarengi cara-cara pemanfaatan, perawatan, dan pengawasan memadai > bukan tidak mungkin gerakan mulia perduli desa ini hanya akan berlangsung sporadis. Mangkraknya beberapa proyek berupa pembangunan infrastruktur di desa atau pembangunan fisik telah mencontohkan betapa aspek penting tersebut kurang mendapat perhatian sungguh-sungguh.

Merangkul berbagai pihak

Secara umum dapat dilihat bahwa kondisi provinsi Jateng yang memiliki potensi pertumbuhan di bidang perekonomian dan bisnis relatif tinggi, ditandai semakin berkembangnya industri dan perdagangan serta aktivitas ekonomi di pusat-pusat kota seperti Semarang Raya, Surakarta (Solo) Raya, Purwokerto, Pekalongan atau sekitarnya > ada baiknya secara kelembagaan dilakukan pendekatan secara organisatoris oleh masing-masing pemerintah kabupaten, misalnya meningkatkan perolehan retribusi daerah atau menyalurkan sumbangan dana Corporate Social Renponsibility (CSR) yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar di wilayah setempat > kemudian digulirkan secara tepat sasaran sebagai sarana penunjang pemberdayaan desa-desa di wilayah Jateng.

Sedangkan secara individual, gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso dapat dilakukan melalui pendekatan komunikasi persuasif terhadap wirausahawan-wirausahawan sukses berasal dari Jateng yang tersebar di seantero nusantara, bahkan dunia. Sebagai putera daerah yang meraih sukses di perantauan mestinya mempunyai rasa bangga bilamana desanya maju. Karenanya, terhadap orang-orang sukses tersebut pantas digalang hubungan/relasional secara berkelanjutan.

Pada bagian lain, tak kalah penting yaitu membangun kontak secara organisasi atau personal dengan warga Jateng yang sudah meraih sukses di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Para sarjana dari berbagai strata tak terhingga jumlahnya di Jateng. Ini merupakan aset sekaligus peluang untuk dibidik agar mau menyumbangkan pemikiran serta keahlian ilmunya masing-masing. Demikian halnya jumlah perguruan tinggi tidak sedikit bertebaran di wilayah ini. Kontribusi nyata seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN) sangat penting bagi peningkatan SDM warga desa dan ini menjadi semakin layak ditingkatkan.

Kritik dan saran

Pada tataran konsep atau pemikiran, gerakan Bali Ndeso Mbangun Ndeso ini sepertinya mudah dilakukan. Namun dalam pengembangan konsep itu menjadi penting dilanjuti dengan langkah antara lain berupa kebijakan implementatif di masing-masing daerah (pemerintah kabupaten hingga desa) melalui pendekatan bernuansa kelokalan sehingga gerakan moral ini dimengerti, dipahami dan pada gilirannya mendapat dukungan berbagai pihak.

Sekuat apa pun ideologi untuk membangun (desa) yang tercetus dalam pemikiran sangpimpinan > tak akan mencapai sasaran/tujuannya secara efektif bilamana tidak didukung oleh aparat-aparat atau organisasi-organisasi maupun kesiapan warga yang berada di wilayah “kekuasaannya.”

Dalam konteks komunikasi > gerakan ini cenderung bersifat persuasif daninstruksional. Apapun juga, gerakan moral yang disebut Bali Ndeso Mbangun Ndeso (pulang ke desa untuk membangun desa) adalah suatu gerakan yang muncul dari pemikiran seorang kepala daerah tingkat provinsi (Jateng). Sifatnya tidak lebih sebagai anjuran tanpa adanya paksaan.

Kontak-kontak atau komunikasi yang dibangun harusnya dapat menggugah kesadaran sehingga mereka (yang akan diajak) untuk menyumbangkan pemikiran maupun hibah dana/modal usahabenar-benar memahami apa yang sedang dibutuhkan (masyarakat) desa, siapa nantinya yang akan mengelola dan manfaat apa yang bisa dipetik untuk kemajuan desa. Ini semua perlu dipaparkan secara gambalang dalam sebuah rencana kerja yang biasanya disusun dalam suatu bentuk proposal.

Menggugah kesadaran tak cukup diwacanakan dan didifusikan melalui media, karena efektivitasnya sangat minimalis atau paling banter hanya berpengaruh secara kognitif. Ada baiknya gerakan moral > Bali Ndeso Mbangun Ndeso ini dilakukan melalui komunikasi interpersonal atau kelompok dalam forum tatap muka. Pilihan ini cukup penting dikarenakan (1) lebih intensif dalam membahas apa yang dibicarakan, (2) lebih meyakinkan, apalagi yang mengajak berkomunikasi adalah tokoh di desa, (3) mempunyai kedekatan kejiwaan (emosi/perasaan), dan (4) lebih terbuka sehingga bisa saling memahami.

Nah, momentum hari lebaran (seperti: Hari Raya – Idul Fitri) atau hari-hari besar/libur lainnya di mana para wirausahawan sukses maupun para pakar/cendikiawan pulang kampung > bisa dimanfaatakan untuk bersilaturahmi/menggalang komunikasi. Ini merupakan salah satu langkah strategis dalam “merangkul” mereka untuk turut serta memajukan desanya sekaligus berkontribusi nyata.

Biasanya mereka tidak akan berkeberatan > asalkan apa yang nantinya diberikan atau disumbangkan, baik harta maupun pemikiran > dimanfaatkan secara optimal serta bisa dipertanggungjawabkan. Semoga.

JM (4-8-2012).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline