Bendera setengah tiang dikibarkan di markas besar Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) di Zurich, Swiss sejak Minggu (2/10) dan Presiden FIFA Gianni Infantino mengungkapkan bahwa sepak bola dunia saat ini berduka menyusul insiden tragis yang terjadi setelah pertandingan Arema FC lawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menewaskan setidaknya 131 jiwa.
Meski demikian, FIFA belum memutuskan sanksi apa yang dijatuhkan pada Indonesia akibat tragedi di Malang itu.
"Ini adalah hari yang gelap bagi semua yang terlibat dalam sepak bola. Dan sungguh, tragedi ini terjadi di luar pemahaman kita," kata Gianni Infantino, seperti dikutip dari berita markas FIFA.
Apapun hasil temuan yang kini tengah didalami tim khusus yang dibentuk Indonesia, Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta (TGIPF) yang terdiri dari gabungan berbagai organisasi dan kementerian, juga pengamat, akademisi, dan profesi olahraga sepak bola, namun Indonesia terancam batal menjadi tuan rumah Piala Dunia Sepak Bola U-20 tahun 2023.
Bahkan keinginan menjadi tuan rumah Piala Asia 2023 bersaing dengan Korea Selatan dan Qatar pun terancam tak terwujud.
Hal yang tersulit untuk dibantah adalah jumlah korban yang mencapai setidaknya 131 jiwa dalam satu peristiwa di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 itu. Angka ini bahkan melebihi catatan buruk lembaga watchdog sepak bola Indonesia, Save Our Soccer, yang menurut mereka setidaknya 78 jiwa melayang dalam pertandingan sepak bola di Indonesia dalam kurun 28 tahun terakhir.
Apalagi salah satu kesalahan fatal pertandingan yang menelan korban itu, menurut Menteri Pertahanan Mahfud MD dalam instagramnya, telah terjadi kelebihan kapasitas (over capacity) di Stadion Kanjuruhan, saat terjadi pertarungan liga antara Arema FC Malang lawan Persebaya Surabaya. Stadion Kanjuruhan kapasitasnya hanya 38.000 sementara tiket yang dijual panitia penyelenggara, menurut unggahan Mahfud, mencapai 42.000 tiket.
Penonton yang jumlahnya melebihi kapasitas ini menyebabkan setidaknya 4.000 orang yang tak kebagian tempat duduk. Dan ketika pertarungan berakhir untuk kemenangan tim tamu, Persebaya 3-2, penonton yang sebagian besarnya pendukung Arema (pendukung Persebaya dilarang masuk ke stadion) menghambur ke tengah lapangan karena tidak terima timnya kalah.
Sementara jatuhnya banyak korban, selain perilaku beringas para pendukung sepak bola, juga disebabkan banyaknya penonton yang meninggal karena sesak nafas akibat semprotan gas air mata.