Kalimati, jam 00.35 kami berenam telah bersiap-siap untuk memulai perjalanan akhir menuju puncak Mahameru. Berdoa sebagai ungkapan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan perjalanan yang tidak mudah ini telah pula kami lakukan dengan kesungguhan hati, berlapis baju tebal yang telah kami kenakan rasanya tak mampu menahan gempuran dinginnya udara ditambah tipisnya oksigen di ketinggian ini. Langkah-langkah kami tegap melintasi hamparan padang rumput yang tidak begitu luas sebelum kami memasuki hutan perdu yang berujung di sebuah jalur pendakian sempit, setelah ini barulah pendakian yang sesungguh menapaki tanjakan berpasir benar-benar menguras tenaga disamping harus hati-hati dalam langkah. Air minum tak bersisa lagi ketika kami akhirnya sampai di dataran yang tidak lebih dari luas lapangan bola. rasa syukur dan lega bercampur bangga takkala kami menghampiri sekeping besi karatan yang bertuliskan 3676 M DPL besi, cuma itu. Satu jam saja kami di dataran tertinggi P Jawa, kami segera bergegas turun dan tidak terbebani apa-apa, tidak ada lagi kehati-hatian, cuma butuh waktu dua jam lebih kami sudah berada di kalimati, tampa istirahat kami teruskan ke Ranu Kumbolo, hasilnya kaki kananku terkilir dan aku mesti istirahat seharian di Ranu Kumbolo. Persis seperti itulah perjalanan Dedek Fatin kita yang tercinta ini, menapaki perjalanan dari gala ke gala tertatih dengan salah lirik dan terkadang lupa lirik, tapi akhirnya memenagi gelaran X factor musim pertama. Tapi Dedek Fatin dengan aku beda, kalau aku setelah mencapai puncak terus lupa diri, tidak ada kehati-hatian alhasil aku mesti terkilir dan turun dengan tertatih-tatih. Tapi Fatin setelah juara menunjukkan sikap profesional yang baik dengan progres yang selalu meningkat sehingga kita dapat melihat Dedek Fatin dengan lincahnya melalui halangan-halangan yang ada walaupun kadang kita masih terus merasa mules dari setiap penampilannya. Lalu apa hubungannya 3676 dan 11218.......yang ini biar dijabarkan oleh rekan HJ. Akhir kata aku mengakui bahwa Virus atau fatinom atau bius yang terangkum dalam fenomena Fatin Shidqia Lubis lah yang akhirnya membuat aku ikut nimbrung menulis disini, selama ini aku cuma menjadi penumpang dan pembaca gelap di Kompasiana ini dan itupun cuma di rubrik musik, mungkin karena disini pembahasan Fatin yang paling hingar bingar. Padahal aku tahu aku cuma mau menulis kalau aku sedang jatuh cinta...Aku mungkin Fatinistic yang termasuk jadul yang ketinggalan kereta...yang lokonya masih pakai uap pula...salam kenal ...ting !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H