Lihat ke Halaman Asli

Harga BBM Naik Harga Diri Turun

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

133308206248901776

Pemerintah sudah menghitung-hitung anggaran belanjanya, dan berkesimpulan bahwa tidak ada pilihan lain di bidang minyak dan gas salah satunya ialah menaikkan harga bahan bakar minyak. Istilah yang dipakai adalah harga BBM harus naik akibat pemerintah harus membayar subsidi terhadap harga BBM dunia yang naik. Jika harga BBM tidak dinaikkan (dibuat lebih mahal) dari Rp. 4.500 (bensin) menjadi (rencananya) Rp. 6.000. Dalam kehidupan sehari-hari di pengecer BBM jalanan harga bersin per liter sekarang sudah dijual mulai dari Rp. 6.000 itu sampai belasan ribu rupiah, seperti di beberapa tempat pedalaman Kalimanta, apalagi Papua. Hari ini (Jumat, 30/3/2012) DPR RI sedang sidang paripurna menyangkut usulan pemerintah menaikkan harga BBM tersebut. Ada tarik ulur antara fraksi-fraksi yang dapat meng-gol-kan usulan pemerintah tentang menaikkan harga BBM itu atau malah kandas akibat lebih banyak fraksi menolak daripada menerimanya. Bumbu penyedap penolakan BBM berupa demonstrasi dari pelbagai kalangan masyarakat hampir sebulan terakhir ini akhirnya toch tetaplah hanya bumbu penyedap, dan bukan aspirasi aktual masyarakat Indonesia, sebab ujung-ujungnya soal kenaikan BBM, sebagai bagian dari strategi anggaran pemerintah, hanya alat bargaining politik. Ada fraksi yang harus menolak atau menerima usulan kenaikan BBM tergantung jika Menterinya yang kebetulan membidani urusan sosial dilibatkan dalam penyaluran BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat) yang dianggap sebagai 'pepuli' atau pun dapat dibaca sebagai 'candu' untuk menghibur kenaikan beban biaya hidup utamanya masyarakat miskin/berpenghasilan amat terbatas yang beban ekonomi keluarga kian berat akibat efek domino kenaikan harga BBM ini terhadap sembakonya. Ada juga fraksi yang siap menolak atau menerima usulan kenaikan harga BBM tergantung apabila penyaluran BLSM ini diparkir ke kepala-kepala daerah juga yang kebetulan jumlah kader dari partai tersebut lumayan banyak, sehingga dalam hitung-hitungan bukan hanya partai penguasa/pemerintah yang 'kecipratan', melainkan fraksi/partai tersebut melalui kader-kadernya yang kini menjadi 'penguasa' di daerah-daerah. Inilah politik transaksional dan BBM serta harganya betul-betul bukan hanya ditentukan oleh mekanisme harga minyak international, melainkan ditentukan oleh harga diri partai dan harga rupiah yang bisa dinikmatinya. BBM naik sebenarnya adalah menurunkan harga diri presiden yang kebetulan pimpinan tertinggi partai penguasa. Bahasa tepatnya keputusan pemerintah menaikkan harga BBM adalah tidak populis (merakyat dan laku). Pemerintah yang tidak mau harga dirinya jatuh seperti posternya diinjak-injak di tengah jalan atau dibakar atau dicaci-maki seperti orang paling bodoh di seantero negeri tentulah ingin harga BBM tetap, apalagi sebaiknya makin turun makin baik. Apalagi jika memang benar harga diri dan hargai jual pemerintah dan partai penguasa itu memang lagi turun atau terjun payung ke lembah ketidak-populeran terdalam selama sejarahnya. Harga BBM naik adalah juga justifikasi turun dan semakin menukiknya harga diri bangsa ini yang paling gemar memuji diri paling kaya dan makmur kekayaan alam rayanya sejak jalam bahuela. Lebih malu dan risih lagi rasanya bagi setiap warga negara yang dipuja-puji kekayaan alamnya patgulipat mahakencang, justru seolah tertipu oleh saudagar-saudagar minyak dari negeri luar. Minyak negeri diangkut keluar negeri dengan amat murah dan kini rakyatnya seolah membeli barangnya sendiri dengan harga mencekik, oleh karena ilmu dan teknologinya dianggap sekarat atau tidak mampu mengelola kekayaan alam sendiri. Harga BBM terus beranjak namun tingkat kesejahteraan ekonomis konstan saja atau malah menurun drastis. Kebanggaan sebagai bangsa yang besar dan kaya betul-betul menjadi candu di tengah kenikmatan orang/bangsa lain, sebab yang diterima bangsa akhirnya hanyalah remah-remah hasil eksploitasi orang negeri asing.Bagi rakyat hal-hal ini sebenarnya tidak terasa. Rakyat khususnya wong cilik tidak pernah lagi berpikir harga dirinya naik atau turun ditengah kenaikan harga BBM dan sembako. Mereka hanya ingin dinaikkan harga dirinya oleh pemerintah lewat penghargaan dan rasa dihormati sebagai warga-negara, yang mungkin seperti suara-suara bisu yang mesti harus disuarakan oleh wakil-wakilnya sendiri. Namun apa daya, apabila nanti suatu saat harga BBM mudah-mudahan dapat diturunkan, apakah itu artinya harga diri pemerintah, partai/fraksi di DPR, para pengambil keputusan di negeri ini dan rakyat juwanah di negeri anta berantah ini akan naik? Ternyata jika mau jujur, kebijakan pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM tidak serta merta menaikkan atau menurunkan harga diri rakyat, sebab kenyataannya harga BBM naik atau turun, harga diri pemerintah dan para anggota DPR yang wakil rakyat itu tetap di atas walau sikap kelakuannya kerap memalukan rakyat. Sedangkan bagi rakyat Indonesia pada umumnya, naik atau turunnya harga BBM selalu membuat harga diri rakyat galau karena BBM selalu bikin rakyat BENAR-BENAR MABOK (BBM). Harga diri dan kepentingan politik rakyat seperti harga BBM selalu gampang dipermainkan, dan pihak-pihak yang suka mempermainkan harga BBM itu adalah perintah dan para wakil rakyatnya sendiri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline