Lihat ke Halaman Asli

Jimmy Haryanto

TERVERIFIKASI

Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Mengapa Kita Melarang Perangkapan Jabatan?

Diperbarui: 29 Juli 2021   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kisah Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ari Kuncoro yang melakukan perangkapan jabatan sebagai Rektor UI dan Wakil Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah memicu perebatan di masyarakat luas. 

Ternyata statuta UI dengan tugas melarang seorang rektor merangkap sebagai komisaris. Lebih menarik lagi bahwa sebelumnya BEM UI yang membuat tulisan mengkritik Presiden dipanggil rektorat pada hari Minggu. 

Dan lebih runyam lagi statuta UI yang melarang rektor merangkap jabatan komisaris tiba-tiba diubah sehingga memungkinkan rektor melakukan perangkapan jabatan. Walaupun kemudian dijelaskan bahwa perubahan statuta itu sudah diajukan tiga tahun sebelumnya, tidak mengurangi hangatnya perdebatan.

Bagaimana kita seharusnya melihatnya dan pelajaran apa yang bisa kita petik? Pertama kita harus kita lihat secara jernih bahwa yang kita persoalkan adalah perangkapan jabatan itu. Tidak perlu dikaitkan dengan upaya menjatuhkan seseorang, apalagi Presiden yang sudah melakukan banyak hal di negeri ini.

Di zaman Orde Baru praktik rangkap jabatan seperti itu sangat lazim dan itulah salah satu yang dikoreksi oleh gerakan reformasi. Dan sejak reformasi tahun 1997 banyak sekali kemajuan yang kita nikmati. Namun setelah kita nikmati, jangan lagi kita mundur. Kita sudah tahu bahwa perangkapan jabatan itu tidak baik, makanya sampai dibuat undang-undang yang melarangnya. Manfaatnya sangat banyak antara lain fokus pekerjaan menjadi lebih pasti kalau tidak merangkap-rangkap.

Hal penting juga yang menjadi pelajaran berharga bahwa penghargaan kepada seseorang yang berjasa di negeri ini tidak harus mengangkatnya sebagai komisaris. Menteri Luhut Panjaitan mengatakan banyak cara untuk membantu melakukan yang terbaik bagi negeri ini, tidak harus menjadi presiden. Jika dilanjutkan, pengabdian itu tidak harus dengan perangkapan jabatan. Bukan hanya menteri yang tidak boleh merangkap jabatan, tetapi jabatan lain juga agar semuanya terfokus untuk membangun negeri.

Yang kedua harus menghindari pemberian gaji yang terlalu tinggi untuk komisaris. Ini akan menjadi bom tersembunyi bagi generasi mendatang. Bahkan banyak komisaris yang mengaku bahwa penghasilannya benar-benar mencengangkan. Seandainya penghasilan komisaris ini dibuat setara dengan gaji menteri mungkin akan lebih baik. Atau penghasilan menteri juga perlu dibenahi. Sebaiknya sistem penggajian di negeri ini perlu dibenahi. Sewajarnya penghasilan Presiden dan Wakil Presidenlah yang tertinggi di negeri ini dan semua penghasilan atau gaji pejabat lainnya harus di bawahnya.

Semoga kita petik pelajaran berharga dari pelarangan  perangkapan jabatan ini untuk kemajuan bangsa dan negara dan tidak petlu diperlebar ke mana-mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline