Lihat ke Halaman Asli

Jimmy Haryanto

TERVERIFIKASI

Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Mungkinkah Indonesia sedang Terlena?

Diperbarui: 18 Desember 2018   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan penuruan ekspor Indonesia dalam bulan November 2018. Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi persnya di Gedung BPS, Jakarta mengatakan bahwa ekspor produk Indonesia turun 3,28% di bulan November 2018 dibandingkan dengan ekspor produk Indonesia pada bulan November 2017 sebesar US$ 14,83 miliar atau sekitar Rp 222,45 triliun.

Tentu saja ini memengaruhi pembangunan kita karena secara umum seluruh negara di dunia saat ini mendapatkan penerimaan negara dari kegiatan ekonomi seperti ekspor produknya, investasi asing dan melalui kadatangan turis asing yang diyakini dapat memajukan perekonomian negara, dan tentunya itu merupakan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat walaupun yang paling bertanggungjawab tentunya pemerintah.

Di bidang pariwisata misalnya bencana alam seperti gempa di Lombok dan Palu tahun 2018 ini telah menurunkan minat wisatawan asing untuk mengunjungi Indonesia.

Namun Indonesia harus lebih giat lagi. Sebenarnya hingga tahun 2018 ini banyak negara di dunia yang melihat Indonesia secara objektif dan mengatakan bahwa Indonesia telah mengalami kemajuan luar biasa. Tidak perlu membandingkannya dengan keadaan di awal kemerdekaan ketika orang di Jakarta masih belum mampu pakai sandal ke Hotel Indonesia, satu-satunya hotel yang ada, sehingga ada tulisan "Harus memakai alas kaki" sebagaimana pernah dituturkan oleh mantan anggota Komisi Tiga Negara dari Australia Richard Kirby yang berpihak untuk Indonesia.

Membandingkan Indonesia di awal reformasi dengan sekarang saja banyak kemajuan, termasuk di bidang pemberantasan korupsi. Bahwa ada anggapan korupsi di tahun 2018 ini sudah berada pada stadium empat, dapat dijelaskan seperti ini. Penangkapan kepala daerah karena meminta uang dari calon kepala dinas atau pejabat di daerahnya, di zaman sebelum reformasi bukan dianggap korupsi dan sering terjadi.

Jika perusahaan memberikan uang tanda terima kasih setelah proyeknya selesai, sebelum zaman reformasi juga dianggap sebagai hal biasa dan pelakunya tidak perlu masuk penjara.

Walaupun banyak yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hal itu harus dilihat sebagai keberhasilan KPK melaksanakan tugasnya dengan baik dan masih adanya keinginan orang untuk memperkaya diri atau orang lain dengan cara yang tidak sesuai aturan. Setidaknya aturannya sekarang ini sudah jelas dan tegas.  

Namun Indonesia tidak boleh terlena. Kemajuan harus kita akui bersama. Perbedaan politik tidak boleh menghambat pembangunan apalagi merusak kemajuan itu. Indonesia akan dianggap tidak mampu memanfaatkan keadaan baik jika tidak dapat menikmati pembangunan saat ini. Keberadaan sosok Presiden Jokowi yang sunguh-sungguh bersih dan sederhana dan selalu bekerja keras harus dianggap sebagai kesempatan luar biasa untuk membangun negeri ini. Tapi Jokowi tidak akan selamanya memerintah. Seandainya dalam pemilu 2019 dia terpilih kembali, maka tahun 2024 Indonesia harus mencari penggantinya. Tentu kita berharap penggantinya bisa lebih baik dan tetap meneruskan sikap sederhana dan anti korupsinya serta dukungan keluarga yang menjadi teladan bagi masyarakat.

Namun seluruh rakyat yang 266 juta orang tidak boleh berdiam diri. Menurunnya ekspor Indonesia pada bulan November 2018 walaupun bisa dijelaskan antara lain karena keadaan ekonomi di negara lain sedang lesu dan akibat penurunan harga minyak mentah di pasar dunia yang pada Oktober 2018 tercatat US$ 77,56 per barel dan pada November 2018, menjadi US$ 62,98 miliar telah mengakibatkan menurunnya nilai ekspor Indonesia, namun Indonesia harus tetap mencari upaya lain untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Di sektor pertanian, misalnya, permintaan dunia akan produk pertanian Indonesia seeprti nenas dan pisang sangat besar dan Indonesia belum mampu memenuhinya.

Mengapa? Karena lahan untuk pertanian sangat terbatas. Ada pengusaha yang memiliki lahan namun dibiarkan saja. Ketika pengusaha lain ingin menyewanya untuk menghasilkan peroduk pertanian yang diminati dunia, harganya langsung dibuat tidak masuk akal sehingga lahannya lebih baik dibiarkan terlantar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline