Belum setahun putra Solo Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden ke-7 untuk periode 2014-2019 tapi rasanya persoalan yang dihadapinya sangat besar. Setelah memimpin Konferensi Asia Afrika 2015 dengan sukses, sepertinya presiden yang berasal dari suku Jawa atau suku terbesar di tanah air itu seolah sendirian saja menghadapi dunia yang tidak setuju dengan pelaksanaan hukuman mati bagi delapan orang yang terlibat kejahatan narkotika dan kebanyakan orang asing itu. Ke mana semangat dan tekad anak-anak muda Indonesia yang tahun 1928 berkumpul di Solo dan menyatakn bersumpah akan bersatu padu demi membangun Indonesia? Ketika ada petugas KPK yang ditahan, Jokowi meminta agar Kapolri tidak menahannya bahkan meminta Wakapolri tidak membuat kontroversi baru, namun malah Kabareskrim Komjen Budi Waseso membuat alasan lain. Di zaman Pak Harto dulu kalau ada Kabareskrim yang bersikap seperti itu mungkin secara diam-diam sudah tidak muncul lagi dalam berita. [caption id="attachment_279956" align="aligncenter" width="619" caption="Jokowi ketika belum menjadi presiden diminati banyak orang. Tapi setelah menjadi presiden sepertinya dibiarkan sendirian (Ilustrasi/Admin (Kompas.com))."][/caption] Padahal masyarakat dulu sangat kesulitan mencari sosok calon presiden untuk menggantikan SBY. Namun setelah dengan susah payah Jokowi yang dulu wali kota lalu menjadi gubernur Jakarta itu ditemukan dan akhirnya menjadi presiden, sepertinya seluruh rakyat Indonesia menjadi pentonton. Bahkan sikap polisi kita sepertinya mau membiarkan bahkan mungkin menimbulkan masalah bagi dia. Seharusnya kita tidak boleh lupa bahwa saat Jokowi masih gubernur DKI, namanya sudah populer diharapakn masyarakat untuk menjadi presiden. Masih segar dalam ingatan kita hampir semua polling pendapat mengunggulkan sosok gubernur yang lugu dan sederhana itu. Tentu masih kita ingat ketika Presiden SBY atau Ketua DPR Marzuki Alie berpidato, justeru banyak orang yang ingin foto bersama dengan Jokowi. Memang Joko Widodo bukan lagi wali kota atau gubernur. Tapi justeru sebagai presiden dengan tanggungjawab yang lebih besar semua pihak dan masyarakat perlu mendukung sosok yang dulu membangun kota Solo tanpa menggunakan pentungan tapi menggunakan cara-cara persuasif itu. Presiden yang memiliki masa kecil yang sulit sehingga membuatnya terpaksa berjualan, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk bisa bertahan hidup dan bersekolah tidak seharusnya dibiarkan memimpin negeri ini. Justeru sebaliknya semua kekuatan termasuk TNI dan Polri harus memberikan dukungan penuh agar Jokowi bisa menjadi presiden yang lebih baik dari SBY. Presiden SBY tidak perlu merasa tersaingi jika Presiden Jokowi lebih berhasil, karena keberhasilan Jokowi tentu tidak bisa dilepaskan dari kinerja yang sudah disiapkan sebelumnya. Seharusnya masyarakat juga perlu mendukung Jokowi dan keluarga agar tidak mengulangi kekeliruan yang dialami para pendahulunya seperti Bung Karno, Pak Harto, dan lain-lain. Kekurangan atau kesalahan dari presiden sebelumnya harus dicegah sedini mungkin. Jangan sampai masyarakat internasional memberikan tekanan berat kepada Jokowi lalu masyarakat Indonesia termasuk kepolisian ikut secara tidak sengaja menambah persoalan. Kegagalan Presiden Jokowi akan menjadi penderitaan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H