Dengan gerak sigap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, kelihatannya laut akan lebih digunakan untuk kemakmuran rakyat, bagaimana dengan hutan kita?
Seandainya mantan Wapres AS Al Gore tidak mengeluarkan film “An Inconvenient Truth” tahun 2006, barang kali perhatian dunia tidak sebesar sekarang ini terhadap perlunya memerhatikan lingkungan hidup. Dalam film dokumenter itu Al Gore berhasil dengan mudah mengajak dunia untuk memerhatikan lingkungan hidup antara lain dengan ilustrasi anak kecil yang tidak sempat menikmai es krimnya karena saat hendak memasukkan ke dalam mulut, ternyata sudah meleleh duluan akibat pemanasan global.
Memang dengan meningkatnya gas karbon dioksida, terutama akibat penggunaan mesin-mesin di berbagai bidang seperti transportasi dan industri, bumi telah semakin panas. Bagaimana mungkin? Sinar matahari, yang merupakan sumber panas alami, dipancarkan ke dalam bumi dan kemudian bumi memantulkan sebagian sinar yang mengandung panas itu ke atmosfir sehingga bumi tidak terlalu panas.
Namun karena terlalu banyaknya gas karbon dioksida yang terbang ke atmosfer, maka amtosfer kita menjadi rusak. Ibaratnya atmosfir yang berbentuk saringan dalam mesin pendingin tertutup debu dan akibatnya sinar matahari yang dipantulkan bumi tidak lagi bisa masuk ke dalam atmosfer, malahan kembali lagi ke dalam bumi sehingga bumi semakin panas.
Untuk itu perlu diadakan tindakan nyata dan segera agar tidak terjadi malapetaka dunia; seperti pengurangan mesin-mesin yang menghasilkan karbon dioksida dan pengelolaan hutan mengingat pohon-pohonan yang sangat efektif menyerap karbondioksida sehingga dapat mengurangi panas tadi.
Walaupun berbicara mengenai data hutan tidak mudah, Indonesia saat ini memiliki sekitar 130 juta hektar hutan yang sangat penting untuk menjaga kelestarian alam. Tapi ada yang mengatakan hutan di Indonesia, terutama di Kalimantan, semakin hari semakin berkurang. Penyebab utamanya uang. Demi uang pemda rela melanggar kesepakatan yang sudah ada. Demi uang masyarakat mau merusak hutannya sendiri.
Di samping Indonesia memiliki hutan gambut yang cukup luas, terutama di wilayah Kalimantan. Konon hutan ini sering terbakar secara alami, namun tidak kalihatan karena di bawah tanah. Akibatnya banyak karbondioksida yang keluar. Ini pula yang sering menimbulkan protes dari negara tetangga; namun masyarakat kita di daerah juga sering tidak dapat menerimanya, karena memang secara kasat mata tidak ada kebakaran.
Kalau seluruh masyarakat di seluruh Indonesia (termasuk aparat pemerintah daerah di seluruh provinsi dan kabupaten) menyadari pentingnya dan mau memelihara hutan ini, maka bukan saja Indonesia semakin baik, tapi dunia juga akan dapat menikmatinya.
Terlebih lagi kalau setiap kabupaten berupaya menanam pohon dan tidak memotongnya, maka hutan Indonesia bisa semakin bertambah, dan umat manusia akan bisa menikmatinya. Kabupaten Sragen pernah diberitaakn berhasil membuat hutan baru, dan akibatnya masyarakatnya ternyata semakin sejahtera.
Namun kalau masyarakat dan pemerintah berlomba-lomba memotong pohon-pohon di hutan, terutama untuk kepentingan ekonomi, maka malapetaka yang sudah diingatkan mantan Wapres Al Gore tahun 2006 itu akan menjadi kenyataan. Malapetaka? Ya petani di Jawa Barat misalnya mengatakan bahwa dulu musim hujan bisa diprediksi sehingga musim tanam yang terbaik juga bisa dilakukan tapi sekarang menjadi sulit. Itu hanya salah satu dampak pemanasan global, yakni berubahnya siklus alam yang sebelumnya sudah teratur menjadi tidak teratur lagi.
Hutan yang terpelihara baik bukan saja memberikan keindahan bagi masyarakat setempat, namun juga memegang peran penting dalam menjaga kehidupan masyarakat dan mahluk hidup lainnya yang sehat dan baik. Prof. Emil Salim pernah menawarkan gagasan agar negara-negara yang punya hutan dibantu oleh masyarakat internasional untuk memelihara hutannya karena semua orang juga menikmatinya, namun gagasan itu sepertinya layu sebelum berkembang.