Ketika di Indonesia masih muncul perdebatan apakah orang Islam boleh mengucapkan selamat hari natal kepada orang Kristen, Paus Francis yang dikenal hanya dengan sebutan namanya saja di negara asalnya Argentina, tanpa embel-embel "Paus" membuat kejutan luar biasa saat perayaan Natal di Vatikan kemarin, 22 Desember 2014. Seperti biasa, para peserta natal berharap akan mendapatkan kata-kata berkat yang manis dari seorang Paus saat acara natal di Vatikan (Curia Christmas) itu, namun yang keluar adalah kata-kata tajam yang mengkritik para pejabat tinggi atau para uskup di Vatikan, Roma, yang hanya mengejar karir karena gemar kekuasaan, mempunyai standar hidup ganda atau munafik, dan menderita penyakit rohani "Alzheimer" sehingga tidak bisa tampil dengan sukacita dari Allah. Paus Francis mengkritik tajam para pejabatnya dalam acara natal Curia di Vatikan, kemarin tanggal 22 Desember 2014 (Sumber: Andreas Solaro/AP). Menurut para pengamat, ungkapan kritis dari seorang Paus setajam itu merupakan yang pertama dalam sejarah kepausan. Ibaratnya Paus Francis pun hendak mengatakan tidak perlulah mengucapkan "selamat hari natal" kalau hidup masih jauh dari yang Allah harapkan. Ungkapan itu menjadi hampa ketika hidup orang yang menyampaikan itu ternyata tanpa kasih, tanpa ketulusan, dan tanpa kepedulian terhadap sesama, atau dalam istilah yang lazim di Indonesia ungkapan salam natal menjadi sia-sia kalau hidup orang yang menyampaikan itu penuh dengan kepura-puraan (munafik). Francisco (yang sekali lagi tidak suka disebut sebagai Paus) memang sudah lama dikenal sebagai pastor yang rendah hati ketika masih melayani di Buenos Aires, Argentina. Kemana-mana selalu naik kendaraan umum dengan pakaian sederhana, akibatnya orang-orang "paling jahat" pun di Argentina sangat hormat sama dia. Seperti diberitakan, seusai acara natal di Vatikan itu, para pejabat tinggi dan para pastor di Vatikan sangat sedikit yang tersenyum ketika Francisco mengungkapkan kritikan tajam itu. Namun ternyata itu bukan tanpa dasar, karena berdasarkan penyelidikan secara diam-diam yang dilakukan sejak zaman Paus Benedicto memang itulah yang ditemukan. Pesan Paus itu tidak ada salahnya kita camkan dalam diri masing-masing. Tidak perlulah mempersoalkan apakah dosa bagi orang Islam mengucapkan selamat natal kepada orang Kristen di bulan Desember. Itu tidak terlalu penting! Yang jauh lebih penting apakah kita (semua orang, termasuk orang Kristen) masih hidup dalam kemunafikan dengan berpakaian kebaikan dan keramahan, namun sesungguhnya hati kita penuh dengan tipu muslihat, dengki, kebencian, dan keserakahan. Kalau itu yang terjadi maka pesan natal Francisco yang merupakan Paus itu perlu kita renungkan kembali dengan jujur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H