[caption id="attachment_387122" align="aligncenter" width="624" caption="Reska K. Nistanto/KOMPAS.com. PK-AXC, Airbus A320-200 yang dioperasikan oleh maskapai Indonesia AirAsia, yang hilang hari Minggu (28/12/2014) dan ditemukan serpihannya dan beberapa jenazah penumpang tanggal 30 Desember 2014."][/caption]
Entah kebetulan atau tidak, tapi tiba-tiba saja pilot orang asing ini memberikan dua halaman analisisnya tentang hilangnya pesawat Air Asia. Namun untuk melindungi yang bersangkutan, lebih baik tidak perlu disebutkan identitasnya. Namun intinya menurut yang bersangkutan bahwa pada umumnya setiap ada kecelakaan yang menyebabkan hilangnya pesawat, walaupun dikendalikan oleh pilot yang sangat berpengalaman, namun selalu disebutkan akibat human error atau kesalahan pilot.
Sementara mantan pilot berpengalaman itu mengatakan tidak selalu demikian, tapi ada kesalahan dalam pesawat itu sendiri. Dia mengibaratkan bahwa pilot dalam keadaan darurat sudah berupaya untuk mendaratkan pesawatnya di atas air, namun yang terjadi pesawatnya tidak mau dikendalikan dan biasanya akan meluncur menukik masuk ke dalam air. Kalau itu yang terjadi, maka menurutnya sulit sekali untuk menemukannya. Dia mencontohkan pesawat Air France 447 yang mengalami kecelakaan dalam perjalanan dari Rio de Janeiro ke Paris tahun 2009 dari ketinggian 39.000 kaki jatuh menukik dalam waktu 3 menit 30 detik (Untuk lebih jelasnya dia menganjurkan untuk mengunjungi laman Biro Investigasi dan Analisis Perancis di www.bea.com dan www.airfrance447.com).
Dia membuat analisis pribadi tentang hilangnya pesawat Air Asia bahwa pilot yang sudah sangat berpengalaman itu saat memasuki “cumulus nimbus” kemungkinan mengalami keadaan di mana alat anti pembekuan (anti-icing device) sudah bekerja dengan baik, namun pipa statis dan dinamis (static and dynamic pipes) terpengaruh dan “instrument anemometric” tidak berfungsi dengan baik.
Sang pilot berceritera pengalamannya ketika menerbangkan British Aircraft Corporation “Canberra” pada ketinggian 30.000 kaki di dalam “Cumulus Nimbus” beberapa waktu lalu dan dalam keadaan seperti itu dia sudah menekan tombol VHF seperti yang diinstruksikan, namun semua frekuensi terkunci dan tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. Namun dia beruntung dan selamat saat itu.
Sang pilot itu sudah pernah mengirimkan surat kepada perusahaan pembuat pesawat terbang itu bahwa kesalahannya bukan pada pilot, melainkan pada pesawat itu sendiri, namun tidak ada tanggapan. Dia mengatakan akan menyurati lagi terutama setelah beberapa kecelakaan pesawat akhir-akhir ini.
Tentu saja ini merupakan analisis seorang pilot yang sangat berpengalaman, dan sudah barang tentu perusahaan pembuat pesawat tidak mau disalahkan begitu saja. Jika ada kecelakaan seperti yang dialami AirAsia, selalu diupayakan kesalahan pada pilot (human error). Pada hal menurut sang mantan pilot saat mengalami keadaan seperti itu mungkin saja peralatan dalam pesawat ternyata tidak berfungsi sebagaimana diinstruksikan.
Semoga para pilot kita dan perusahaan penerbangan kita menjadikan informasi ini sebagai bahan pemikiran agar di masa mendatang tidak ada lagi kecelakaan yang membuat pesawat hilang tanpa bekas. Semoga juga perusahaan pembuat pesawat membuka diri mengenai kemungkinan tidak berfungsinya peralatan yang secara teori itu seharusnya bisa berfungsi. Semoga juga hilangnya pesawat Air Asia itu tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H