Dalam waktu singkat serangan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya mulai membabi buta. Ibarat menonton film, setelah penjahat tersungkur kena tembak polisi, ternyata penjahatnya belum mati, dan berupaya meraih pistol untuk membunuh polisinya. Akankah si penjahat berhasil meraih pistol itu dan menembak polisi? Kira-kira begitulah keadaan KPK saat ini.
Tanggal 22 Januari 2015 Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang muncul mengenakan masker dan topi mengungkap adanya 6 pertemuan elite PDIP dengan Abraham Samad terkait penjaringan cawapres Jokowi pada 2014. Hasto mengungkap kekecewaan Samad yang merasa terganjal menjadi cawapres Jokowi oleh Komjen Budi Gunawan, seolah ingin menarik benang merah antara penetapan tersangka calon Kapolri itu dengan dendam pribadi Samad.
Walaupun Hasto tak mau menunjukkan bukti yang dimilikinya ke media, KPK sudah melakukan klarifikasi dan menurut Jubir KPK Johan Budi tudingan Hasto itu menurut Abraham Samad tidak benar dan menyebutnya sebagai fitnah. KPK sendiri menunggu laporan Hasto dilampiri bukti-bukti yang kuat dan mempersiapkan langkah jika ternyata tudingan itu dilontarkan tanpa bukti.
Lalu tanggal 23 Januari 2015 Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Bambang Widjojanto ditangkap saat mengantar anaknya berangkat ke sekolah. Bareskrim beralasan penangkapan Bambang sebagai tersangka dalam kasus Pilkada Kotawaringin Barat. Bambang ditangkap terkait kasus keterangan palsu dalam sengketa pilkada di tahun 2010 tersebut. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Ronny Sompie kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, pukul 11.00 WIB menjelaskan Bambang melanggar Pasal 242 juncto pasal 55 KUHP.
Ronny menjelaskan pasal itu terkait dengan pemberian keterangan palsu di depan sidang Mahkamah Konstitusi untuk sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. "Menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan, yaitu pengadilan Mahkamah Konstitusi," ujar Ronny.
Luar biasa serangan terhadap KPK padahal lembàga anti korupsi itu sudah menunjukkan kepada masyarakat bahwa dengan adanya KPK saat ini para pejabat tidak bebas lagi melakukan korupsi seperti di masa lalu. Masyarakat dengan mudah melihat bahwa tindakan membabibuta menyerang KPK ini sebagai cerminan bangkitnya kekuatan para koruptor. Diawali dengan sikap Presiden Jokowi yang salah mencalonkan Komjen Budi Gunawan yang memiliki rekening Rp 57 miliar dan KPK menetapkannya sebagai tersangka pelaku korupsi, kini serangan bertubi-tubi sedang dilakukan. Bukan mustahil akan muncul lagi serangan lain terhadap KPK.
Tapi masyarakat Indonesia perlu sadar bahwa jika KPK yang sudah berfungsi baik ini dilemahkan bahkan dihancurkan, maka bukan mustahil inilah awal malapetaka bagi Indonesia! Masyarakat juga bisa melihat bagaimana anggota DPR dengan lihai mencoba menyerang tokoh-tokoh anti korupsi yang mau membersihkan negeri ini. Misalnya Menteri Susi Pudjiastuti dengan gencar diserang di DPR. Tokoh penjahat yang sudah tertembak ternyata belum mati dan sedang berupaya meraih sènjata untuk menembak polisi, akankah masyarakat tinggal diam saja atau berteriak menyuruh polisinya untuk segera bertindak menumpas penjahat itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H