Saat ini hujat sepertinya sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Setiap hari ada saja kita mendengar, melihat atau membaca masyarakat saling hujat. Apalagi jelang pemilihan Presiden 2024, eskalasi hujatan terlebih di media sosial, makin meningkat pesat.
Misalnya, setelah acara debat, pasangan capres dan cawapres langsung dihujat atau pelatih timnas sepakbola STY dihujat karena tidak memanggil pemain-pemain favorit dan tak terhitung masih banyak lagi.
Menurut kbbi.kemendikbud.go.id, arti kata hujat adalah 1) caci, cela 2) fitnah. Artinya dari caci/cela akhirnya bisa berujung fitnah.
Peranan media sosial juga menyebabkan peningkatan pesat budaya hujat menghujat ini.
*
Jaman dulu, sebelum ada media sosial, hujat menghujat biasanya antar teman dan untuk keperluan becanda, misalnya, kampungan lu! norak lu! dan lain-lain. Ini tidak membuat marah yang dihujat, mereka malah ketawa-tawa.
Saat jaman media sosial seperti sekarang ini, hujat itu jadi bebas tidak terbatas kepada teman kita saja tapi kepada orang-orang yang tidak kita kenal bahkan kepada Pejabat Pemerintahan. Padahal bisa jadi si Penghujat menghujat sambil tidur-tiduran di rumah sedangkan yang dihujat sedang melakukan aktifitas yang bermanfaat untuk masyarakat.
*
Hujat berhubungan erat dengan perasaan manusia, baik perasaan si penghujat dan perasaan yang dihujat.
Penghujat akan merasa lega setelah mengeluarkan opini hujatnya kepada seseorang. Jika perasaan orang yang dihujat sudah sampai titik akhir kesabaran, maka dia bisa marah.