Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Mengapa BPJS Kesehatan Kisruh?

Diperbarui: 26 September 2018   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harian Kompas, 18 Sptember 2018

Pengantar:

Tulisan ini merupakan bagian pertama terkait defisit pembiayaan BPJS Kesehatan yang heboh belakangan ini. Data yang disajikan harian Kompas, 18 September 2018 lalu, menunjukkan kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang hampir selalu tekor sejak 2014 hingga 2017. 

Pada grafik yang dimuat harian tersebut juga terlihat peningkatan tajam beban pemerintah (antara 2014 - 2017 hampir 150%) untuk menanggung iuran bagi warga yang tidak mampu. Sementara jumlah iuran yang diperoleh dari masyarakat hanya meningkat sekitar 30 persen saja.

Pada 2 tulisan yang akan datang, rencananya akan disampaikan gagasan pembiayaan dan tata kelola yang lebih menitik beratkan pada amanah konstitusi sebagaimana yang tercantum pada pasal 34 UUD 1945.

+++

Niat di balik UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional itu, sesungguhnya mulia. Sebab beralaskan pada UUD 1945 yang menjadi dasar konstitusi Negara kita, khususnya pasal 34 ayat 2 yang berbunyi, "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan."

Hal tersebut tegas dinyatakan sebagai pertimbangan dari undang-undang yang disahkan Megawati Soekarnoputri pada tanggal 19 Oktober 2004 dan telah tercatat pada Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 150. Tapi sayangnya, apa yang tercantum pada pasal 3 Undang-undang tersebut justru mereduksi amanah konstitusional yang disebutkan pada pasal 34 ayat 2 UUD 1945 di atas. Sebab bunyi dari pasal tersebut adalah, "Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Dengan demikian maka Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dimaksud, dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya kepada rakyat yang bukan atau belum menjadi peserta, bukan?

+++

Saya tak tahu, apakah "reduksi" itu yang mendasari konstruksi undang-undang maupun peraturan turunan dari layanan jaminan sosial Nasional setelahnya. Sebab --- mulai dari UU 40/2004 yang disebutkan di atas, disusul dengan  UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (keduanya ditanda-tangani Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 25-11-2011 dan 18-1-2013), hingga Peraturan Presiden No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Perpres 12/2013 sebelumnya (ditanda tangani Joko Widodo, 29-2-2016) --- pembahasannya cenderung terpusat pada kelembagaan yang dimandatkan untuk menangani layanan jaminan sosial tersebut, serta hak dan tanggung jawab para peserta yang terdaftar.

Di sana memang disebutkan tentang tugas dan tanggung jawab Pemerintah untuk mendaftarkan masyarakat yang tidak mampu sebagai "Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan" yang ditanggung Negara. Tapi tidak bersifat serta merta karena harus didaftarkan oleh Pemerintah terlebih dahulu (Perpres 12/2013, Bab 3, Pasal 10 ayat 1). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline