Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Planologi, Disiplin Ilmu Rekayasa yang Tak Berkembang di Indonesia

Diperbarui: 16 Januari 2018   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Tribunnews.com

Menurut pemahaman yang mengendap di benak saya, Planologi merupakan ilmu yang mempelajari dan mengembangkan rekayasa "menata" ruang bagi manusia dan ragam aktiVitasnya.

Tujuan utama dari  "rekayasa" penataan ruang itu adalah menghadirkan keadilan dan pemberdayaan bagi setiap warga di sana. Tentu saja dalam konteks menggairahkan kehidupan mereka agar berdampingan damai, saling melengkapi, dan saling menghormati.

###

Planologi sejatinya memang bagian dari disiplin ilmu rekayasa (engineering). Sebab ia merancang proses transformasi persoalan hari ini kepada sesuatu yang menawarkan masa depan yang lebih baik.

Rekayasa atau engineering sangat berbeda dengan science. Theodore von Krmn --- pakar teknologi ruang angkasa turunan Hungaria yang juga ahli matematika maupun fisika, dan berperan penting dalam sejumlah pencapaian di bidang aerodinamika --- mengatakan,  "ilmuwan (scientist) adalah mereka yang menekuni eksplorasi pada hal-hal yang sudah ada (sekarang maupun di masa lampau). Sementara rekayasawan (engineer) adalah sosok-sosok yang menciptakan hal-hal yang sekarang belum tersedia."

Saya bisa memaklumi pandangan Franz Magnis Suseno --- selaku ilmuan --- terhadap pelarangan sepeda motor di Jl. Sudirman-Thamrin. Kegelisahannya terhadap kebijakan itu pernah tertuang dalam artikel berjudul "Perang Melawan Rakyat" yang dimuat harian Kompas sekitar September 2017 lalu. 

Sebab, sains (science) sejatinya adalah batang-tubuh pengetahuan yang terakumulasi melalui proses memahami alam sekitar. Para ilmuan mengarahkan segala daya-upayanya untuk menyempurnakan pemahaman mereka agar dapat "menjelaskan", "mengklasifikasikan", dan "memperkirakan" fenomena alam.

Tapi pembatasan atau pelarangan kendaraan (pribadi) yang beroperasi di kawasan tertentu merupakan upaya rekayasa (engineering). Sebagai bagian dari gagasan menegakkan "keadilan" dan "memberdayakan" ruang kota bersama dengan seluruh masyarakat dan aktiVitasnya. Tentang sesuatu di "masa depan" yang lebih "berkeadilan" dan lebih "memberdayakan" dibanding hari ini maupun kemarin.

Kebijakan tersebut tentu tak berdiri sendiri. Sebab, di sisi lain berkembang soal dinamika pemanfaatan ruang (kepadatan bangunan dan jumlah lantai yang berkorelasi dengan kualitas maupun kuantitas manusia dan aktiVitasnya), pola interaksi dan pergerakan (baik di dalam kawasan maupun terhadap kawasan lain), kapasitas dan daya dukung "alam"-nya, hingga proses optimasi sumberdaya yang salah satunya bermuara pada penyediaan angkutan umum massal seperti Busway, LRT, dan MRT.

Upaya "rekayasa" itu pasti tak mungkin memuaskan selera, keinginan, dan kenyamanan semua pihak. Selalu ada hal-hal yang harus dikorbankan demi kepentingan bersama dan kebersamaan.

Adalah fakta jika sejak Indonesia merdeka, telah berlangsung kelalaian pengelolaan dan penataan ruang yang berkepanjangan di berbagai kota-kota kita. Seperti ketidakmampuan dalam mengelola dan mengendalikan perkembangan kota, maupun menyediakan layanan (fisik dan non fisik) yang bersifat publik sehingga berdaya "menghadapi" hal-hal yang berkait dengan preferensi pribadi tapi tak menguntungkan, bahkan merugikan bagi publik luas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline