Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Kisah Nasi dan Air Putih

Diperbarui: 27 Agustus 2017   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Keduanya kebutuhan pokok sehari-hari.

Kini hampir seluruh rakyat Indonesia memakan nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidratnya. Kecuali segelintir yang ingin menjaga kelangsingan tubuh. Atau mengidap masalah metabolisme yang melarang mereka mengkonsumsi panganan pokok dari beras itu. Misalnya soal kadar gula darah yang berlebih (diabetes melitus).

Keberhasilan me-nasi-kan Indonesia adalah 'prestasi lainnya' dari Suharto dan Orde Baru. Cita-cita swasembada kebutuhan pokok diterjemahkannya melalui kemampuan bangsa memproduksi beras untuk mencukupi konsumsi perut rakyat Indonesia. Indikator kinerja yang masih digunakan setiap pemerintahan yang berkuasa hingga hari ini, termasuk Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Sekitar setengah abad lalu, salah satu ilmu pengetahuan umum yang diajarkan kepada murid sekolah dasar adalah tentang ke-bhineka-an panganan pokok bangsa kita. Tak semua mengkonsumsi beras. Sebagian ada yang memakan jagung (masyarakat Madura). Begitu pula sagu yang menjadi santapan utama masyarakat yang berada di sisi timur Indonesia (Ambon dan Irian). Kini, cita-cita men-swasembada-kan beras mungkin telah menjadikan keragaman panganan pokok itu hanya sebagai sejarah Indonesia masa lalu.

Kesuksesan politik beras juga menghampiri Barack Obama. Mantan presiden Amerika Serikat yang ramah itu demikian kesengsem pada nasi goreng. Menu sarapan tradisional rakyat Indonesia yang asal-mulanya berawal dari pemanfaatan nasi kemarin yang bersisa. Ibu-ibu rumah tangga zaman dulu mengembangkan kreatifitas kuliner dengan menggorengnya bersama sejumlah bumbu racikan. Nasi sisa kemarin yang semula tak layak lagi dimakan, justru menjadi santapan yang nikmat setelah digoreng dengan minyak kelapa.

+++

Maka urusan memenuhi kebutuhan pokok beras ini menjadi alat politik yang paling ampuh -- sekaligus brutal -- dari masa ke masa. Kelangkaan beras memang bisa berujung runyam bagi setiap kekuasaan. Urusannya dengan kelaparan yang bersifat harian. Jika sampai terjadi maka kerusuhan sosial akan sangat mudah terpicu. 

Akal tak mungkin sehat jika perut yang kosong jadi keroncongan berkepanjangan.

Setiap pemerintah berkepentingan menjaga stabilitas pasokan dan jangkauan harga bagi masyarakatnya sehingga anggaran belanja yang dialokasikan untuk hal itu selalu pada prioritas paling atas. Infrastruktur boleh tertunda tapi tak mungkin jika urusan beras. Maka inovasi dan kreatifitas yang berkaitan dengan permasalahan itu selalu berkembang dari zaman ke zaman. Termasuk mereka yang tergiur dengan bermacam peluang yang menyertainya. Tak melulu soal keuntungan ekonomi. Tapi juga politik. Lewat cara halal maupun haram.

Urusan beras yang menjadi komponen utama sembako (sembilan bahan pokok) juga berperan menghentikan langkah Ahok kemarin. Sebab salah satu kampanye negatif yang efektif menjatuhkan perolehan suaranya adalah berita yang dimuat koran Nasional tentang pembagian sembako yang dilakukan pedagang beras yang mendukung calon kepala daerah paling fenomenal sepanjang sejarah itu. Pernyataan lantangnya pada wawancara yang dipublikasikan harian itu beberapa hari menjelang saat pencoblosan suara, lengkap dengan sejumlah nama beken yang turut menyumbang, sedikit-banyak ikut berperan meruntuhkan kepercayaan sebagian pemilih Basuki Tjahaja Purnama.

Almarhum Gus Dur juga digoyang oleh lawan politiknya hingga harus mengakhiri kekuasaan melalui gorengan issue korupsi di lembaga Bulog (Badan Urusan Logistik). Hal yang kemudian menguap begitu saja setelah Megawati yang semula Wakil Presiden naik menggantikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline